Pasukan ‘Israel’ menemukan seorang bekas tentara zionis yang tergeletak di perbatasan Gaza sambil meneriakkan takbir.
Awalnya, mereka mengira pria tersebut adalah warga Palestina yang berusaha memasuki wilayah jajahan ‘Israel’.
Karena menduga dia menggunakan rompi peledak, pasukan ‘Israel’ menembak kaki pria itu.
Pria tersebut kemudian dievakuasi ke Rumah Sakit Barzilai di Ashkelon untuk perawatan luka akibat tembakan.
Di rumah sakit, identitas pria itu terungkap sebagai bekas tentara ‘Israel’ yang menderita gangguan stres pasca trauma (PTSD).
Laporan Ynet menyebutkan bahwa pria tersebut telah mencoba bunuh diri sebelumnya.
Tidak ada saksi yang melihat pria itu mendekati perbatasan dari sisi Gaza, menunjukkan kemungkinan ia datang dari wilayah penjajahan ‘Israel’.
Sejak 7 Oktober, tingkat PTSD di kalangan tentara ‘Israel’ yang kembali dari Gaza meningkat signifikan.
Pada Januari 2024, Walla melaporkan bahwa 1.600 tentara zionis menunjukkan gejala PTSD terkait pertempuran.
Dari jumlah tersebut, 76% kembali ke tugas tempur setelah menerima perawatan dari petugas kesehatan mental.
Beberapa tentara bahkan mengakhiri hidup mereka, seperti kasus tragis Eliran Mizrahi yang berjuang melawan PTSD.
Ibu Eliran, Jenny Mizrahi, menyatakan bahwa meskipun ia keluar dari Gaza, trauma tetap mengikutinya.
Peningkatan angka PTSD juga terjadi di kalangan pemukim ilegal ‘Israel’ setelah aksi perlawanan Palestina pada 7 Oktober.
Laporan Pengawas Keuangan Negara menyebutkan sekitar tiga juta pemukim ‘Israel’ mungkin menderita gejala PTSD, depresi, atau kecemasan.
Sekitar 38% responden dalam survei melaporkan setidaknya satu gejala gangguan stres pascatrauma.
Dari 38% tersebut, 16% melaporkan tingkat gejala yang parah, sementara 32% menunjukkan tanda-tanda depresi.
Laporan juga mencatat bahwa 21% responden mengalami kecemasan, dan banyak yang tidak mendapatkan perawatan kesehatan mental yang diperlukan.
