Ghuluw adalah sebuah konsep dalam Islam yang merujuk pada sikap berlebihan dalam beragama, yang bisa menyebabkan penyimpangan dari ajaran yang telah ditetapkan oleh syariat. Kata “ghuluw” dalam bahasa Arab berarti melampaui batas atau berlebih-lebihan, dan dalam konteks agama, ini berarti menganggap suatu ibadah atau perilaku lebih dari yang sebenarnya diinginkan oleh agama. Meskipun niat awalnya mungkin baik, yaitu untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, namun ghuluw justru bisa membawa kepada kesesatan dan merusak esensi ajaran Islam yang moderat dan penuh keseimbangan.
1. Ciri-Ciri Ghuluw dalam Beragama
Salah satu bentuk ghuluw yang sering terjadi dalam masyarakat adalah dalam hal ibadah. Beberapa individu atau kelompok mungkin merasa bahwa dengan menambah jumlah ibadah secara berlebihan, mereka bisa lebih mendekatkan diri kepada Allah. Misalnya, berpuasa lebih dari yang diwajibkan, melakukan salat sunnah tanpa henti, atau membaca Al-Qur’an secara ekstrem dengan tujuan menunjukkan kesalehan yang berlebihan. Padahal, dalam Islam, Allah menyukai umat-Nya yang melaksanakan ibadah dengan ikhlas dan sesuai dengan batasan yang telah ditentukan dalam syariat.
Penting untuk dicatat bahwa dalam Islam, agama tidak mengajarkan untuk berlebihan dalam beribadah. Nabi Muhammad SAW sendiri bersabda, “Janganlah kalian berlebihan dalam beragama, karena sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah binasa karena berlebihan dalam agama mereka” (HR. Ahmad). Hadis ini mengingatkan kita agar tidak terjebak dalam sikap ghuluw yang bisa berujung pada kesesatan.
2. Dampak Negatif Ghuluw dalam Kehidupan Sosial
Selain dalam ibadah, ghuluw juga bisa muncul dalam kehidupan sosial umat Islam. Misalnya, dalam memandang perbedaan pendapat dalam masalah agama. Sebagian orang bisa menjadi sangat keras kepala dan intoleran terhadap kelompok atau individu yang berbeda pandangan, bahkan menganggap mereka sesat atau kafir. Padahal, Islam mengajarkan toleransi dan menghargai perbedaan pendapat asalkan tetap dalam koridor yang benar.
Sikap ghuluw ini juga bisa berbahaya bagi persatuan umat Islam. Ketika seseorang merasa dirinya paling benar dan menganggap orang lain yang tidak sepaham dengannya sebagai sesat, ini bisa menyebabkan perpecahan dalam masyarakat. Islam justru mengajarkan umat-Nya untuk menjaga ukhuwah Islamiyah, persaudaraan yang didasarkan pada iman kepada Allah dan Rasul-Nya. Ghuluw yang muncul dalam bentuk sikap intoleransi bisa merusak ukhuwah tersebut.
3. Ghuluw dan Peran Ulama dalam Menjaga Ajaran Islam
Ulama memiliki peran yang sangat penting dalam mencegah terjadinya ghuluw di kalangan umat Islam. Mereka bertugas untuk menyampaikan ajaran Islam yang benar sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadis, serta menjelaskan batasan-batasan ibadah yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Ulama juga harus memberikan pemahaman yang baik tentang prinsip-prinsip agama yang moderat, yang menekankan keseimbangan antara kewajiban agama dan kehidupan sehari-hari.
Jika ulama tidak menjalankan tugasnya dengan baik, maka ajaran-ajaran yang menyimpang seperti ghuluw bisa berkembang dengan mudah. Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk merujuk kepada ulama yang benar-benar berkompeten dalam ilmu agama dan yang dapat memberikan penjelasan yang sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Islam.
4. Ghuluw dalam Sejarah Umat Islam
Sejarah mencatat bahwa ghuluw pernah muncul dalam berbagai bentuk di kalangan umat Islam. Salah satunya adalah munculnya sekte-sekte ekstrem yang mengklaim diri mereka sebagai kelompok yang paling benar dan menafikan kelompok lain sebagai sesat. Misalnya, kelompok-kelompok yang berlebihan dalam memuji para wali atau bahkan menganggap mereka sebagai orang yang memiliki kekuatan ilahi. Hal ini jelas bertentangan dengan ajaran Islam yang mengajarkan tauhid, yaitu bahwa hanya Allah yang memiliki kekuatan mutlak, dan para nabi serta wali hanyalah hamba-hamba-Nya yang dipilih untuk memberikan petunjuk kepada umat manusia.
Ghuluw juga pernah muncul dalam sejarah Islam ketika umat Islam terlalu fanatik terhadap masalah-masalah furu’iyyah (perkara-perkara cabang) dan melupakan prinsip-prinsip dasar agama yang lebih penting, seperti akidah dan akhlak. Contohnya, terjadi perpecahan dalam umat Islam hanya karena perbedaan pandangan tentang hal-hal kecil, seperti cara berwudhu atau cara melaksanakan salat, sementara masalah-masalah besar seperti menjaga keimanan dan akhlak yang baik sering kali diabaikan.
5. Menghindari Ghuluw: Kembali pada Ajaran yang Moderat
Agar terhindar dari ghuluw, umat Islam perlu kembali kepada ajaran Islam yang moderat, yaitu Islam yang mengutamakan keseimbangan antara dunia dan akhirat. Islam tidak mengajarkan berlebihan dalam segala hal, baik dalam ibadah, akidah, maupun dalam kehidupan sosial. Seperti yang disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW, “Sesungguhnya agama ini mudah, dan tidak ada seorang pun yang memberatkan agama ini kecuali pasti akan kalah” (HR. Bukhari).
Islam mengajarkan umat-Nya untuk mengikuti jalan tengah (wasatiyyah), tidak terlalu longgar namun juga tidak berlebihan. Dalam menjalankan ibadah, umat Islam diajarkan untuk menyeimbangkan antara kewajiban dan kesenangan duniawi, agar keduanya dapat berjalan beriringan tanpa ada yang terabaikan.
Penutupan
Ghuluw dalam agama bisa muncul dalam berbagai bentuk, baik dalam ibadah, kehidupan sosial, maupun pemahaman terhadap ajaran agama. Sikap berlebihan ini harus dihindari karena dapat menyebabkan kesesatan dan merusak keharmonisan dalam masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk senantiasa menjaga keseimbangan dalam beragama dan tidak terjebak dalam sikap berlebih-lebihan. Islam mengajarkan umat-Nya untuk beribadah dengan ikhlas dan sesuai dengan batasan yang telah ditetapkan oleh syariat, serta menjaga persatuan dan toleransi di antara sesama.
