Abdullah Bin Abbas adalah anak dari paman Rasulullah SAW Abbas bin Abdul Muthalib. Beliau mempunyai keistimewaan berupa bakat dan minat yang besar terhadap ilmu keagamaan sejak masih kecil. Rasulullah SAW sudah melihat potensi tersebut dalam dirinya, lalu mendoakannya agar Abdullah bin Abbas menjadi seorang faqih fid diin atau orang yang memahami secara mendalam agama Islam.
Suatu hari, Abdullah bin Abbas ingin melihat bagaimana Rasulullah SAW melaksanakan sholat malam. Dia pun menginap di rumah Rasulullah SAW. Sepanjang malam dia terjaga agar tidak terlewati ketika Rasulullah SAW hendak melaksanakan sholat malam. Ketika Rasulullah SAW terbangun, disiapkannya air untuk Rasulullah SAW berwudhu.
Melihat pemuda kecil ini sangat sigap, Rasulullah SAW terharu dan bangga. Rasulullah SAW mengusap rambut Abdullah bin Abbas sambil berdoa, “Ya Allah, berikan dia keahlian dalam agama-Mu, dan ajarilah dia tafsir kitab-Mu.” Kemudian, sholatlah Abdullah bin Abbas bersama manusia paling mulia, yang merupakan suatu kenikmatan yang tidak ada bandingannya. Awalnya, Abdullah berdiri sejajar dengan Rasulullah SAW.
Hatinya berkata, tidaklah pantas untukku sejajar dengan seorang rasul Allah. la pun mundur sedikit tetapi Rasulullah menariknya. la kembali mundur.Selesai sholat, Rasulullah SAW menanyakan mengapa ia berbuat demikian. “Wahai kekasih Allah dan manusia, tidak pantas kiranya aku berdiri sejajar dengan utusan Allah,” jawab Abdullah bin Abbas. Rasulullah SAW tersenyum, dengan senyuman yang menenangkan setiap jiwa, dan kembali mendoakan Abdullah bin Abbas dengan doa yang sama.
Saat usianya masih belasan tahun, para sahabat senior yang sezaman dengan Rasulullah SAW sudah mengakui keulamaan beliau.
Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, Abdullah bin Abbas selalu diundang ke dalam majelisnya. Umar bin Khattab menjadikan Abdullah bin Abbas sebagai teman bermusyawarah. Pendapat dari Abdullah bin Abbas sering kali digunakan sebagai acuan dalam perkara-perkara yang penting.Karena pemikirannya yang bijaksana dan cerdas, Umar bin Khattab memberi Abdullah bin Abbas gelar Pemuda Tua.
Tidaklah mengherankan jika para sahabat memandang Abdullah bin Abbas sebagai orang yang tajam dalam berpikir, cepat memahami, dan banyak menyerap ilmu. la menjadi tempat bertanya bagi orang-orang di sekitarnya. Namun, ilmunya tidak menjadikan dirinya besar kepala atau lebih dari yang lain. la menganggap ilmu, diskusi, dan musyawarah merupakan jalan mengungkap kebenaran.
Kisah di atas juga menunjukkan bahwa para sahabat senantiasa menghargai seseorang berdasarkan kapasitas keilmuannya, tidak berdasarkan senioritas. Jika ada anak muda yang memang cakap dan unggul, mereka tidak malu untuk mengambil ilmu darinya. Hal ini patut kita teladani di masa kini.