Bagi seorang pebisnis, kehilangan modal bisnis karena rugi merupakan sebuah resiko yang harus dihadapi. Kebangkrutan maupun ditipu rekan bisnis seolah menjadi pengalaman yang harus dilalui. Namun pernahkan anda membayangkan seorang pengusaha yang kembali mulai dari nol karena hartanya ditinggalkan di kampung halaman?
Inilah yang terjadi pada sosok sahabat Rasulullah SAW Abdurrahman Bin Auf. Salah seorang sahabat yang diberi kabar gembira oleh Nabi Muhammad SAW akan masuk surga. Berbekal keimanan dan keteguhan hatinya terhadap risalah yang disampaikan Rasulullah SAW, beliau rela meninggalkan seluruh hasil kerih payahnya dalam berdagang dan hijrah ke Madinah. Harta yang tersisa tinggal pakaian yang ada di tubuhnya.
Untungnya Ketika sampai Madinah, pucuk dicinta ulam pun tiba, kaum muslimin ditolong oleh kaum Anshar yang sebelumnya telah berbaiat kepada Rasulullah SAW bersedia menerima ajaran Islam. Rasulullah SAW kemudian mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan Anshar yang tujuan utamanya untuk menciptakan kerukunan dan menghindari ketimpangan ekonomi.
Rasulullah SAW mempersaudarakan Abdurrahman bin Auf dengan Sa’ad bin Rabi’, orang terkaya dari kaum Anshar saat itu. Hebatnya, Sa’ad tidak saja dengan senang hati menerima Abdurrahman yang sudah jatuh miskin sebagai saudaranya, tetapi juga menawarkan separuh hartanya, bahkan rela andaikan ia harus menceraikan salah satu istrinya untuk Abdurrahman.
“Aku adalah orang Anshar yang paling kaya, maka akan aku beri separuh hartaku untukmu. Kemudian lihatlah di antara kedua istriku, siapa yang engkau suka nanti akan aku ceraikan untukmu, jika ia telah halal maka nikahilah,” kata Sa’ad.
Tidak diduga, Abdurrahman justru menolak tawaran Sa’ad. Bukan karena sombong tidak mau menerima uluran tangan, hanya ia ingin hidup mandiri dengan jeri payah sendiri. Di saat tak memiliki harta sepeser pun, lelaki Muhajirin itu masih menunjukkan pribadinya sebagai seorang pekerja keras yang tidak menggantungkan hidupnya dari pemberian orang lain.
“Semoga Allah memberkahi harta dan keluargamu. Tapi maaf, aku tidak membutuhkan itu. Begini saja, apakah ada pasar yang sedang berlangsung transaksi jual beli saat ini?” tanya Abdurrahman. Sa’ad pun menunjukannya Pasar Bani Qainuqa’.
Ketika Abdurrohman bin ‘Auf Radiyallahu ‘Anh ke pasar dia menjadi samsaroh (makelar) dia bekerjasama atau bermitra (Masfufah & Achiria, 2019) dengan para pedagang untuk membantu menjualkan barang-barang dagangan mereka. Dalam waktu satu hari Abdurrohman bin ‘Auf Radiyallahu ‘Anh sudah mendapatkan keuntungan berupa minyak samin dan ‘akith (susu yang dibekukan).
Di hari pertama saja Abdurrohman bin ‘Auf Radiyallahu ‘Anh sudah mendapatkan keuntungan. Walaupun keuntungannya masih terbilang kecil tapi tetap saja itu adalah keuntungan. Bermula dari bisnis kecil-kecilan dengan untung yang sedikit apabila dijalankan dengan baik dan benar maka bisnis tersebut lama-kelamaan akan tumbuh dan berkembang dan menjadi bisnis yang besar dan menghasilkan keuntungan yang besar pula.
Kemudian selanjutnya Abdurrohman bin ‘Auf Radiyallahu ‘Anh menjalani usahanyadengan sungguh-sungguh sehingga dia bisa membeli emas walaupun kecil, kemudian emas tersebut dijadikan mahar untuk menikahi seorang wanita Anshor.
Bagi sahabat Abdurrohman bin ‘Auf Radiyallahu ‘Anh untung dari transaksi bisnis itu tidak harus banyak. Walaupun keuntungannya sedikit itu tetap disyukuri dan dianggap keuntungan. Ekspektasinya lebih kepada laku cepatnya suatu barang. Pada zaman sekarang ini kebanyakan para pedagang mengambil untung yang besar sehingga mengakibatkan harga jual suatu barang menjadi mahal.
Abdurrohman bin ‘Auf tidak membeli dan menjual barang yang cacat. Barang-barang dagangannya adalah barang-barang yang berkualitas. Pada dasarnya setiap manusia selalu mengharapkan kesempurnaan. Manusia selalu berpikiri ideal walaupun ia tahu hal itu sulit diwujudkan. Demikian pula ketika membeli barang, seseorang menginginkan barang barang yang dibeli adalah barang-barang yang berkualitas, sempurna dan tidak ada cacatnya sedikitpun. Hal itu merupakan fitrah manusia.
Usahanya sukses dan ia berhasil menjadi milirader. Terbukti, sejak saat itu tampilan Abdurrahman tampak mapan. Pakaiannya mewah dengan wangi parfum yang membuatnya lebih berwibawa. Dikatakan juga, sekarang ia sudah menikah dengan salah satu wanita Anshar. Kisah ini disampaikan dalam salah satu hadits Nabi riwayat Imam Bukhari.
Dalam riwayat lain disebutkan, setelah tahu harga sewa di Pasar Bani Qainuqa’ mahal, ia bekerja sama dengan Sa’ad untuk membeli tanah di sana dan disewakan kepada para pedagang. Dari jasa sewa tanah inilah ia berhasil meraup banyak untung.
Dari kisah di atas kitab isa mengambil hikmah dan keteladanan dari sosok Abdurrahman Bin Auf. Pertama, walaupun berprofesi sebagai seorang pedagang, namun Abdurrahman bin Auf tidak cinta dunia. Dia rela meninggalkan hartanya demi Allah SWT dan Rasulullah SAW.
Kedua, Abdurrahman bin Auf memiliki etos kemandirian dan kerja keras yang bisa diteladani oleh setiap muslim. Dia menolak untuk berpangku tangan kepada orang lain dan memilih untuk memberdayakan dirinya sendiri.
Terakhir, Abdurrahman bin Auf pandai melihat peluang yang muncul di pasar lalu memanfaatkannya dengan baik. Hal ini yang membuatnya bisa membalik keadaan dari kemiskinan kembali menjadi miliarder.