Islam telah unggul dalam pemahaman bahwa gangguan jiwa adalah penyakit yang memerlukan pengobatan, sementara di Barat pada saat itu, masalah mental masih dianggap sebagai tindakan setan yang harus dihukum, bukan dirawat. Perbedaan ini merupakan titik awal bagi perkembangan kedokteran psikiatri dan psikologi.
Namun, seiring jatuhnya peradaban Islam, ilmu ini kemudian diperkembangkan oleh Barat dengan dasar yang diambil dari warisan Islam. Hasilnya adalah pengembangan pengobatan dengan pendekatan biopsikososial dan spiritual seperti yang kita ketahui saat ini. Meskipun telah maju begitu jauh, masih ada orang yang masih meyakini bahwa jin dan kurangnya iman adalah penyebab penyakit jiwa, seperti yang diungkapkan oleh psikiater, Dr. Rozanizam Zakaria.
Sejarah ulama Islam seperti Ibnu Sina menghadapi kasus gangguan jiwa yang mencengangkan. Misalnya, ketika bertugas bersama Ala al-Dawla, Ibnu Sina mendengar bahwa anggota keluarganya, Majd al-Dawla, mengaku sebagai sapi dan mengalami gangguan jiwa. Ini bukanlah sesuatu yang asing di dunia Islam, mengingat bangsal psikiatri pertama di dunia telah didirikan di Bagdad pada tahun 705 M oleh Muhammad ibn Zakariya al-Razi atau Al-Razi.
Dalam upayanya menjaga kesehatan mental keluarga Kerajaan Buwaihid, Ibnu Sina mengirim surat kepada Majd al-Dawla yang menyatakan bahwa dia akan disembelih dalam waktu satu bulan dan perlu menggemukkan dirinya dalam periode yang sama. Sebulan kemudian, Ibnu Sina memeriksa Majd al-Dawla dengan berpura-pura menjadi tukang daging, sementara pasien dibaringkan seperti hewan yang siap disembelih. Tapi Ibnu Sina masih merasa perlu untuk menggemukkan Majd al-Dawla selama satu bulan lagi karena ia masih terlalu kurus. Majd al-Dawla mengikuti saran Ibnu Sina, dan setelah diperiksa untuk kedua kalinya pada bulan berikutnya, ia pulih sepenuhnya.
Peristiwa ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara kesehatan mental dan fisik, di mana tubuh yang sehat dapat menghasilkan pikiran yang sehat, dan sebaliknya. Konsep serupa dianut oleh tokoh medis Islam lainnya, seperti Muhammad ibn Zakariya al-Razi atau al-Razi, yang memimpin pengenalan bangsal psikiatri sebagai tempat untuk merawat orang sakit jiwa. Al-Razi juga menganggap bahwa penyakit mental harus diperlakukan dengan cara yang sama seperti penyakit fisik, yang melibatkan pengamatan gejala pasien kejiwaan, diagnosis, dan pengobatan yang mencakup berbagai aspek seperti diet, pengobatan, terapi okupasi, aromaterapi, mandi, dan terapi musik. Dia juga memainkan peran penting dalam memperkenalkan terapi kognitif awal untuk perilaku obsesif.
Semua pengetahuannya tentang penyakit dan pengobatan, khususnya dalam aspek psikologis dan psikoterapi, tertuang dalam mahakarya, al-Hawi. Dalam perkembangannya, Rumah Sakit Ibnu Tulun menjadi rumah sakit pertama di dunia yang memiliki fasilitas bangsal khusus untuk pasien gangguan jiwa, bersama dengan fasilitas lain seperti bangsal laki-laki, bangsal perempuan, dan perpustakaan. Bangunan ini dibangun pada tahun 872 M di Kairo dengan konsep wakaf pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid.