Delegasi Kristen Najran yang terdiri dari 60 orang, termasuk 14 tokoh terhormat, berencana untuk menemui Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam. Dalam rombongan ini, ada tiga orang yang memegang peran penting. Pertama, Al ‘Aqib (Abul Masih) yang merupakan pemimpin kelompok, ahli pertimbangan, dan pemegang otoritas dalam keputusan. Kedua, As Sayyid (Al-Aiham), yang bertugas sebagai administrator yang mengatur perjalanan dan kesepakatan umum. Selain itu, ada Abu Haritsah, seorang uskup, pendeta, ulama, dan pemilik Baitul Mirdas yang sangat dihormati dan diakui oleh raja-raja Byzantium Romawi.
Sebelum pergi ke pertemuan dengan Rasulullah, Abu Haritsah, yang memiliki pengetahuan agama yang luas, dipandang tinggi oleh penguasa Kristen dan diberi banyak kemudahan dan penghormatan. Namun, sesuatu yang mengejutkan terjadi saat mereka bersiap-siap untuk berangkat. Keledai yang ditunggangi oleh Abu Haritsah terperosok ke dalam lubang, dan saudaranya, Kuz bin Alqamah, menyebutkan bahwa “orang jauh” adalah penyebabnya, dengan maksud Rasulullah Shallailahu ‘Alaihi wasallam.
Namun, Abu Haritsah dengan bijak menjawab bahwa Nabi yang selama ini mereka tunggu akhirnya datang. Kuz bin Alqamah kemudian bertanya mengapa Abu Haritsah tidak memeluk Islam jika dia sudah tahu, dan Abu Haritsah menjelaskan bahwa penguasa Kristen telah memberikan banyak fasilitas kepada mereka dan menginginkan mereka menentang Nabi. Oleh karena itu, jika ia memeluk Islam, semua fasilitas tersebut akan ditarik kembali.
Namun, rahasia Kuz bin Alqamah adalah bahwa ia telah memeluk Islam secara diam-diam. Ia merahasiakan keislamannya dari Abu Haritsah hingga suatu waktu, ketika ia akhirnya mengungkapkan keislamannya.
Kisah ini juga mencakup informasi tentang kitab-kitab yang diwariskan oleh pemimpin Najran. Kitab-kitab ini sangat dihormati dan dijaga ketat, dan ketika seorang pemimpin meninggal, kepemimpinan dialihkan kepada yang lain, dan kitab-kitab tersebut tetap terkunci rapat. Pada suatu kesempatan, anak pemimpin tersebut jatuh dan mengucapkan “Celakalah orang jauh,” merujuk pada Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam. Namun, ayahnya mengingatkan anaknya bahwa Rasulullah adalah seorang Nabi dan namanya tertera dalam kitab mereka.
Setelah kematian pemimpin tersebut, anaknya sangat ingin membuka kunci kitab-kitab tersebut. Dia berhasil membuka kitab tersebut dan menemukan nama Rasulullah tertera di dalamnya. Akibatnya, ia pun memeluk Islam dengan sungguh-sungguh.
Kisah ini mencerminkan bagaimana pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang agama dapat membuka mata seseorang untuk kebenaran dan akhirnya membawanya ke jalan keimanan.