Kehidupan ini penuh dengan misteri dan tantangan yang menguji keimanan serta kebijaksanaan manusia. Salah satu ujian paling mendalam dan kompleks adalah ketika seseorang melihat seorang bayi yang terlahir ke dunia ini dengan kekurangan fisik atau kecacatan. Reaksi awal yang sering muncul dalam benak kita adalah pertanyaan mengenai “kenapa?” atau bahkan perasaan bersalah dengan pertanyaan, “Apa dosa bayi sehingga terlahir seperti itu?” Selain itu, ada pandangan yang berpendapat bahwa ini mungkin akibat dosa orang tua yang berimbas pada anaknya. Dalam konteks ini, penting untuk merenungkan pemahaman dalam Islam tentang ujian, keadilan Allah, dan bagaimana kita seharusnya menghadapinya.
Dalam Islam, konsep ketidakberdosaan bayi sangatlah jelas. Setiap bayi terlahir suci, bebas dari dosa apa pun. Mereka lahir sebagai selemah-lemahnya makhluk yang tak berdaya, dan dosa hanya dapat diakui ketika seseorang telah mencapai usia akil baligh dan mampu memahami tindakan serta pilihan mereka. Oleh karena itu, tidak ada dosa yang bisa dikaitkan dengan seorang bayi yang terlahir dengan kecacatan fisik.
Sebaliknya, kehidupan ini dipandang sebagai ujian dari Allah SWT. Dalam Al-Qur’an Surah Al-Mulk ayat 2, Allah menjelaskan bahwa Dia menciptakan hidup dan kematian untuk menguji manusia, untuk melihat siapa di antara mereka yang melakukan amal baik. Dengan kata lain, tantangan dan kesulitan dalam hidup adalah sebagian dari rencana Allah untuk menguji manusia dan melihat bagaimana mereka menanggapi situasi tersebut. Ini mencakup semua jenis ujian, termasuk kecacatan fisik.
Begitu pula, Allah menguji hamba-Nya dengan berbagai cara. Beberapa orang diuji dengan kecacatan fisik, sementara yang lain mungkin diuji dengan kemiskinan, kecerdasan yang luar biasa, atau bahkan kekayaan yang melimpah. Ini semua merupakan bagian dari rencana Ilahi yang misterius, dan sebagai manusia, kita perlu menerima dan menghormati keputusan-Nya.
Pemahaman ini seharusnya membantu kita mengatasi perasaan pertanyaan dan penyesalan yang muncul saat melihat bayi-bayi dengan kecacatan. Sebaliknya, kita harus berusaha untuk memberikan dukungan dan kasih sayang kepada mereka, serta keluarga mereka, dalam menghadapi ujian ini. Ini adalah saat yang penuh belas kasihan di mana kita dapat menunjukkan kebaikan hati dan kasih sayang kita kepada sesama manusia.
Perlu diingat bahwa di dalam ujian tersebut terdapat kesempatan untuk mendapatkan pahala yang besar dan mendekatkan diri kepada Allah. Semakin besar ujian yang dihadapi seseorang, semakin besar pahala yang bisa diperolehnya jika dia menjalaninya dengan kesabaran, keimanan, dan tawakal kepada Allah. Ujian adalah cara Allah mengukur iman dan ketekunan kita dalam menghadapi tantangan hidup. Dalam Islam, ketika seseorang berhasil melewati ujian dengan baik, maka mereka dianggap “lulus” dan mendapatkan pahala serta derajat yang lebih tinggi di sisi Allah.
Pemahaman Islam tentang ujian dan ketidakberdosaan bayi dengan kecacatan fisik mengajarkan kita untuk lebih menghormati rencana Allah yang agung dan menerima semua bentuk ujian dengan penuh keberanian dan ketabahan. Sebagai manusia, kita tidak selalu bisa memahami alasan di balik setiap ujian, tetapi kita dapat mempercayai bahwa Allah SWT selalu berada di sisi kita, menguji kita agar kita bisa tumbuh, berkembang, dan mendekat kepada-Nya.