Abdullah bin Mas’ud, lahir dalam keluarga miskin di Mekkah, menggembalakan kambing sejak kecil. Saat berjumpa dengan Rasulullah dan Abu Bakar, ia menolak memberi susu. Rasulullah meminta susu dari kambing betina mandul miliknya dan mukjizat terjadi: kambing itu memberikan banyak susu. Ini membuka lembaran baru dalam hidupnya.
Ibnu Mas’ud jatuh cinta kepada Islam, tumbuh dengan iman yang kokoh. Dulu lemah, kini berani membela Islam. Dia berdiri di sisi Ka’bah dan mengumandangkan ayat suci Al-Quran, mengesankan pemuka Quraisy. Meskipun dipukuli, semangatnya tidak padam.
Hartanya mungkin tidak sebanyak sahabat lain, tapi Allah memberinya iman yang berlimpah. Dia adalah satu-satunya sahabat yang mendengar 70 surat Al-Quran langsung dari Rasulullah. Memahami makna ayat-ayat itu dengan luar biasa, bacaannya disenangi Rasulullah.
Ibnu Mas’ud juga sangat dekat dengan Rasulullah, diberi hak masuk ke rumah Rasulullah kapan saja. Ini tidak mengubah kekhusyuannya dalam beribadah.
Ketika menyampaikan hadis, tubuhnya gemetar dan berkeringat, menunjukkan penghargaannya pada Rasulullah. Di Perang Badar, ia memenangkan pertempuran dengan merobohkan Abu Jahal.
Hubungannya dengan Khalifah Utsman tidak selalu mulus, tetapi ia tetap setia dan mulia. Bahkan saat mendengar tentang percobaan pembunuhan terhadap Utsman, ia membela Khalifah tersebut.
Ibnu Mas’ud punya satu cita-cita mulia: ingin jasadnya dimakamkan dan didoakan oleh Rasulullah dan para sahabat. Ia meninggal di Madinah pada usia tua, salah satu sahabat yang dianugerahi umur panjang oleh Allah.
Kisah Ibnu Mas’ud mengajarkan bahwa janji Allah selalu nyata. Apapun cobaannya, pasti ada hikmah di balik itu semua. Ia berubah dari anak miskin yang menggembalakan kambing menjadi salah satu sahabat terkemuka yang memberikan kontribusi besar dalam Islam.