Sebelum jatuh sakit, Rasulullah SAW mengambil langkah mengejutkan dengan menunjuk Usamah bin Zaid, seorang pemuda berusia 18 tahun, untuk memimpin pasukan. Keputusan ini memunculkan keraguan di kalangan beberapa sahabat senior yang merasa sulit menerima pemimpin yang masih muda ini.
Salah satu sahabat yang mengutarakan keberatannya adalah Umar bin Khaththab, yang dengan berani mengungkapkan keraguan tentang kemampuan Usamah kepada Rasulullah SAW.
Rasulullah merasa marah mendengar aduan Umar dan tanpa ragu, beliau mengambil serbannya dan meninggalkan rumah untuk menghadap sahabat-sahabat yang berkumpul di Masjid Nabawi.
Setelah memuji Allah dan mengucapkan rasa syukur, Rasulullah dengan tegas berkata, “Wahai saudara-saudara sekalian, saya telah mendengar pembicaraan tentang penunjukan Usamah. Demi Allah, jika Anda meragukan kepemimpinannya, Anda juga meragukan kepemimpinan ayahnya, Zaid bin Haritsah. Demi Allah, Zaid sangat layak memimpin, dan hal yang sama berlaku untuk putranya, Usamah.
Jika saya mencintai ayahnya, saya juga mencintai putranya. Mereka adalah individu yang sangat baik dan patut dihormati. Saya meminta Anda untuk melihat keduanya dengan pandangan yang positif, karena mereka adalah dua manusia terbaik di antara Anda.”
Dalam situasi yang penuh kontroversi ini, Rasulullah SAW dengan tekad dan keyakinan menegaskan bahwa keputusannya untuk menunjuk Usamah sebagai komandan adalah langkah yang bijak dan beralasan, serta harus diterima dengan tulus oleh seluruh umat Islam. Usamah bin Zaid, dengan kepercayaan dan dukungan dari Rasulullah, akhirnya membuktikan dirinya sebagai seorang pemimpin yang mampu dan kompeten dalam tugasnya.