Berbicara toleransi antar umat beragama di masa Rasulullah SAW memang agak pelik. Hal ini karena beliau hidup dalam masyarakat yang homogen, yakni kaum jahiliyah yang menganut paganisme. Selain itu dikisahkan bahwa antara kaum pagan dan umat Muslim yang saat itu baru lahir senantiasa bermusuhan.
Namun perjalanan hidup Rasulullah sejak menjadi pedagang, sampai menjadi Nabi dan Rasul, membuat Rasulullah SAW juga berinteraksi dengan agama-agama samawi. Yakni Yahudi dan Nasrani. Dua agama samawi tersebut oleh Al Qur’an disebut dengan ahlul kitab. Sementara penganut paganisme disebut dengan orang-orang musyrik.
Interaksi Rasulullah SAW Dengan Non Muslim
Jika kita bicara Sirah Nabawiyah, akan tampak bahwa dinamika kehidupan Rasulullah SAW tak bisa lepas dari interaksi dengan kelompok yang berbeda agama. Hal ini juga terekam dalam Al Qur’an melalui beberapa kutipan ayat yang relevan dengan hal tersebut.
Hasil kajian lebih lanjut kita akan mendapati bahwa hubungan antar agama di masa Rasulullah SAW tidak selalu dalam dimensi konflik. Terutama saat beliau hijrah ke Madinah. Di kota yang jadi tonggak peradaban Islam tersebut, Rasulullah SAW berhasil membangun toleransi antar umat beragama dengan kaum Yahudi melalui piagam Madinah. Walau harus berakhir tidak sesuai harapan karena pengkhianatan kaum Yahudi sendiri.
Namun sebelum lebih jauh membahas hal tersebut, penulis ingin mencoba menguraikan tiga jenis hubungan antara muslim dan non muslim pada masa Rasulullah SAW. Yakni apresiasi, toleransi dan konfrontasi.
Apresiasi Al Qur’an Terhadap Non Muslim
Jika kita membaca sirah nabawiyah, maka kita akan menemukan kisah hijrahnya Rasulullah SAW dan para sahabat ke negara Habasyah yang sekarang bernama Ethiopia. Kita juga akan mengenal seorang Raja yang bernama Najasyi.
Ketika utusan Kafir Quraisy berusaha membujuk beliau untuk menyerahkan Nabi Muhammad dan para sahabatnya kepada mereka, Raja Najasyi menolaknya. Di akhir hidupnya Raja Najasyi menyatakan masuk Islam. Saat beliau wafat, Rasulullah SAW mengajak para sahabatnya untuk melakukan shalat ghaib. Hal ini menjadi dalil dari syariat shalat ghaib.
Dalam QS. Al Maidah: 82 Allah SWT berfirman:
لَتَجِدَنَّ اَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوا الْيَهُوْدَ وَالَّذِيْنَ اَشْرَكُوْاۚ وَلَتَجِدَنَّ اَقْرَبَهُمْ مَّوَدَّةً لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوا الَّذِيْنَ قَالُوْٓا اِنَّا نَصٰرٰىۗ ذٰلِكَ بِاَنَّ مِنْهُمْ قِسِّيْسِيْنَ وَرُهْبَانًا وَّاَنَّهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُوْنَ
Artinya: Pasti akan engkau dapati orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Pasti akan engkau dapati pula orang yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya kami adalah orang Nasrani.” Hal itu karena di antara mereka terdapat para pendeta dan rahib, juga karena mereka tidak menyombongkan diri.
Ayat ini secara terang benderang berisi kritik terhadap kaum Yahudi dan pagan, serta apresiasi terhadap kaum Nasrani atau Kristen. Syaikh Wahbah Zuhailiy dalam kitab Tafsir Al Wajiz menjelaskan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan Raja Najasyi yang telah melindungi umat Islam. Dimana pada mulanya Raja Najasyi sendiri beragama Nasrani.
Dalam QS. Ali Imran : 113-114 Allah SWT berfirman:
لَيْسُوْا سَوَاۤءً ۗ مِنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ اُمَّةٌ قَاۤىِٕمَةٌ يَّتْلُوْنَ اٰيٰتِ اللّٰهِ اٰنَاۤءَ الَّيْلِ وَهُمْ يَسْجُدُوْنَ ١١٣ يُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُسَارِعُوْنَ فِى الْخَيْرٰتِۗ وَاُولٰۤىِٕكَ مِنَ الصّٰلِحِيْنَ ١١٤
Artinya:
113. Mereka tidak sama. Di antara Ahlulkitab ada golongan yang lurus Mereka membaca ayat-ayat Allah pada malam hari dalam keadaan bersujud (salat).
114. Mereka beriman kepada Allah dan hari Akhir, menyuruh (berbuat) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan bersegera (mengerjakan) berbagai kebajikan. Mereka itu termasuk orang-orang saleh.
Ayat ini berisi apresiasi terhadap kelompok ahlul kitab, dimana para ulama sepakat yang disebut ahlul kitab dalam Al Qur’an adalah Yahudi dan Nasrani. Jika pada ayat-ayat lain Yahudi dan Nasrani mendapatkan kecaman, maka ayat ini menegaskan bahwa tidak semua ahlul kitab dikecam. Namun diantara mereka ada yang perilakunya baik dan saleh.
Namun perlu dicatat bahwa ayat ini memberikan apresiasi kepada ahlul kitab yang mau masuk Islam pada waktu itu. Menurut Syaikh Wahbah Zuhailiy ayat ini turun berkaitan dengan Abdullah bin Salam Rabbi Yahudi yang masuk Islam. Ketika orang Yahudi lain mencemooh keputusannya, Al Qur’an membela Abdullah bin Salam melalui ayat ini.
Toleransi Al Qur’an Terhadap Non Muslim
Ajaran toleransi antar umat beragama dalam Al Qur’an dapat kita temukan pada QS. Al Mumtahanah: 8-9. Allah SWT berfirman:
لَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوْٓا اِلَيْهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ ٨ اِنَّمَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ قَاتَلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَاَخْرَجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوْا عَلٰٓى اِخْرَاجِكُمْ اَنْ تَوَلَّوْهُمْۚ وَمَنْ يَّتَوَلَّهُمْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ ٩
Artinya:
8. Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.
9. Sesungguhnya Allah hanya melarangmu (berteman akrab) dengan orang-orang yang memerangimu dalam urusan agama, mengusirmu dari kampung halamanmu, dan membantu (orang lain) dalam mengusirmu. Siapa yang menjadikan mereka sebagai teman akrab, mereka itulah orang-orang yang zalim.
Syaikh Abdurrahman BinNashir As Sa’di dalam Kitab Tafsirnya menjelaskan asbabun nuzul ayat ini sebagai berikut:
Ketika turun ayat-ayat mulia ini yang mendorong orang-orang Mukmin untuk memusuhi orang-orang kafir, terjadilah berbagai peperangan di antara orang Mukmin dan orang kafir dan orang-orang Mukmin melakukannya dengan sempurna. Mereka merasa berdosa karena telah menyambung kekerabatan dengan keluarganya yang musyrik, mereka mengira bahwa itu termasuk dalam larangan Allah.
Allah kemudian memberitahukan bahwa hal itu tidak termasuk dalam larangan seraya berfirman, “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” Maksudnya, Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik, menyambung tali kekerabatan, memberi balasan baik dan berbuat adil terhadap orang-orang musyrik dari kalangan kerabat dan yang lainnya jika mereka tidak memerangi kalian karena agama dan tidak mengusir kalian dari kampung halaman dan negeri kalian.
Kalian tidak berdosa jika menyambung tali kekerabatan dengan mereka, sebab menyambung tali kekerabatan dengan orang-orang musyrik dalam kondisi seperti ini tidak terlarang sebagaimana Firman allah tentang orang tua kafir yang memiliki anak Muslim, “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” -Luqman: 15-
Konfrontasi Al Qur’an Terhadap Non Muslim
Ayat yang sangat terkenal dan sering diceramahkan oleh para mubaligh terkait konfrontasi Al Qur’an terhadap non muslim adalah QS. Al Baqarah ayat 120. Allah SWT berfirman:
وَلَنْ تَرْضٰى عَنْكَ الْيَهُوْدُ وَلَا النَّصٰرٰى حَتّٰى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ قُلْ اِنَّ هُدَى اللّٰهِ هُوَ الْهُدٰى ۗ وَلَىِٕنِ اتَّبَعْتَ اَهْوَاۤءَهُمْ بَعْدَ الَّذِيْ جَاۤءَكَ مِنَ الْعِلْمِ ۙ مَا لَكَ مِنَ اللّٰهِ مِنْ وَّلِيٍّ وَّلَا نَصِيْرٍ
120. Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah rela kepadamu (Nabi Muhammad) sehingga engkau mengikuti agama mereka. Katakanlah, “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya).” Sungguh, jika engkau mengikuti hawa nafsu mereka setelah ilmu (kebenaran) sampai kepadamu, tidak ada bagimu pelindung dan penolong dari (azab) Allah.
Jika dalam ayat sebelumnya berisi tentang apresiasi dan toleransi antar umat beragama, maka ayat di atas justru berisi konfrontasi. Biar bagaimanapun hal ini tidak bisa kita tutup-tutupi. Namun kita perlu mengetahui latar belakang dan asal muasal konfrontasi tersebut.
QS. Al Baqarah: 120 turun berkaitan dengan penolakan orang-orang Yahudi dan Nasrani terhadap ajakan Rasulullah SAW. Dalam Tafsir Ringkas Kementerian Agama dijelaskan sebagai berikut:
Dan janganlah engkau, wahai nabi Muhammad, bersusah payah mencari kerelaan orang-orang yang ingkar. Hal itu tidak mungkin, sebab orang-orang yahudi dan nasrani tidak akan rela kepadamu, nabi Muhammad, sebelum engkau meninggalkan agamamu dan berpaling mengikuti agama mereka yang mereka anggap paling benar. Karena itu, engkau tidak perlu melakukan apa yang mereka minta demi memperoleh kerelaan mereka, tetapi tetaplah engkau meng hadapkan dirimu untuk mendapatkan kerelaan Allah.
Tetaplah mengajak mereka kepada kebenaran dan katakanlah, sesungguhnya petunjuk Allah, yakni agama islam, itulah petunjuk, yakni agama yang sebenarnya. Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah ilmu, yakni kebenaran wahyu, sampai kepadamu, tidak akan ada bagimu pelindung dan penolong dari Allah. Meski khitab ayat ini ditujukan kepada nabi Muhammad, pada hakikatnya pesan ini berlaku umum bagi seluruh umat islam. Orang-orang yahudi dan nasrani yang telah kami beri kitab suci, yakni taurat dan injil, mere ka membacanya dan mengikuti ajarannya sebagaimana mestinya.
Mereka tidak melakukan perubahan apa pun terhadap kitab suci itu. Mereka itulah orang-orang yang beriman kepadanya, yakni kitab suci sebelum mengalami perubahan, dengan iman yang sebenar-benarnya, di antaranya iman kepada para nabi, termasuk nabi terakhir, Muhammad. Adapun mereka yang mengubah kitab suci dan tidak mengimani kerasulan nabi muham mad, mereka itulah orangorang yang ingkar. Dan barang siapa ingkar kepadanya, mereka itulah orang-orang yang rugi dan celaka dalam pandangan Allah.
Kesimpulan
Dari tiga tipe hubungan Al Qur’an dengan non muslim di atas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa ayat Al Qur’an terkait non muslim turun tidak di ruang hampa, melainkan ada konteks yang menyertainya. Pada dasarnya Al Qur’an tidak melarang toleransi antar umat beragama. Namun toleransi dapat menjadi konfrontasi manakala ada faktor yang menyebabkan hal tersebut. Misalnya jika non muslim memerangi kaum muslimin. Toleransi bisa beralih juga menjadi apresiasi manakala non muslim bersikap baik dan melindungi kaum muslimin.