RUANGSUJUD.COM – Pengertian Qurban berbeda dengan korban dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Arab, kurban disebut dengan “udhiyyah atau dhahiyyah”.
Menurut Sayyid Sabiq dalam fiqh sunnah artinya adalah hewan yang disembelih berupa unta, sapi atau kambing pada hari raya Idul Adha atau hari-hari tasyriq dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.
Dalam Al-Quran Surat Ah-Shofat (37): 100 sd 111 diceritakan kisah latar belakang disyariatkannya kurban.
Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. (100)
Dimulai dari Nabi Ibrahim AS yang belum dikarunia anak padahal telah lama menikah dengan istrinya Sarah. Akhirnya Allah SWT mengabulkan doa Nabi Ibrahim.
Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. (101)
Melalui istri keduanya Hajar, Ibrahim dikaruniai seorang anak yang diberi nama Ismail. Namun sekali lagi Allah SWT ingin menguji Ibrahim. Allah memerintahkan meninggalkan Ibrahim dan Hajar di sebuah padang yang tandus.
Melalui istri keduanya Hajar, Ibrahim dikaruniai seorang anak yang diberi nama Ismail. Namun sekali lagi Allah SWT ingin menguji Ibrahim. Allah memerintahkan meninggalkan Ibrahim dan Hajar di sebuah padang yang tandus.
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
Ismail dan Hajar kembali kepada Ibrahim. Usianya menginjak remaja. Tumbuh menjadi seorang pemuda yang gagah lagi bijaksana. Allah SWT sekali lagi ingin menguji ketaatan Ibrahim. Ibrahim bermimpi diperintahkan menyembelih Ismail. Mimpi tersebut tak hanya datang sekali, namun 3 kali.
Ibrahim memanggil Ismail. Tak langsung menyuruh, Ibrahim terlebih dulu mengajak Ismail berdialog. Dia menceritakan mimpinya, lalu berkata,”Bagaimana pendapatmu wahai anakku?” Hal ini bisa kita teladani dengan tidak bersikap otoriter dalam keluarga, namun harus dialogis.
Ismail pun tumbuh menjadi seorang pemuda yang saleh. Dia rela mengorbankan dirinya karena itu adalah perintah Allah SWT.
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya).
Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim,
sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.
Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.
Allah SWT menunjukkan kuasaNya. Ismail tidak jadi disembelih, diganti dengan seekor domba yang gemuk. Ibrahim dan Ismail berhasil melewati ujian ketaatan dari Allah SWT. Ujian pengorbanan yang tidak semua orang bisa melewatinya.
Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian,
(yaitu)”Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim”.
Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.
Ibadah qurban kemudian menjadi syariat yang diikuti oleh generasi setelahnya. Sampai kepada umat Islam pada masa kini.
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.
Dalam QS. Al Hajj: 37, Allah SWT menegaskan bahwa hakikatnya yang diberikan kepada Allah bukanlah daging yang dikurbankan. Daging tersebut dibagi-bagikan lagi kepada masyarakat. Namun yang akan sampai kepada Allah adalah ketakwaan hambanya.
Disarikan dari materi Ustadz Cecep Taufikurrahman dalam Kajian Gerakan Subuh Mengaji Aisyiyah Sabtu 2 Juli 2022