Tasbih bukan sekadar ucapan pujian, tetapi merupakan dzikir agung yang mendapat tempat istimewa dalam Al-Qur’an dan hadis. Kalimat “Subhanallah”, yang berarti “Maha Suci Allah”, bukan hanya ungkapan lisan, melainkan juga pancaran keyakinan dalam hati bahwa Allah bebas dari segala kekurangan dan kesalahan. Dalam teks-teks suci Islam, tasbih disebut sebagai dzikir para malaikat, para nabi, dan bahkan seluruh makhluk ciptaan Allah.
Dalam Al-Qur’an, banyak ayat yang menyebutkan pentingnya tasbih. Salah satunya adalah QS. Al-Isra’ ayat 44: “Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka.” Ayat ini menunjukkan bahwa tasbih bukan hanya ibadah manusia, tapi juga bagian dari fitrah seluruh ciptaan.
Banyak nabi juga disebutkan sebagai ahli tasbih. Nabi Yunus AS, misalnya, saat berada di perut ikan paus, berdoa dengan kalimat tasbih: “La ilaha illa Anta, Subhanaka, inni kuntu minaz-zhalimin” (QS. Al-Anbiya: 87). Doa ini menunjukkan bahwa tasbih juga menjadi sarana untuk memohon ampun dan keluar dari kesulitan.
Dalam hadis Nabi Muhammad SAW, tasbih termasuk dalam empat kalimat dzikir utama: “Subhanallah, walhamdulillah, wa laa ilaaha illallah, wallahu akbar.” Hadis riwayat Muslim menyebutkan bahwa kalimat-kalimat ini adalah kalimat yang paling dicintai oleh Allah. Ini memperlihatkan bahwa tasbih bukan hanya bentuk pujian, tapi juga wujud kedekatan dan kecintaan seorang hamba kepada Tuhannya.
Nabi juga mengajarkan umatnya untuk memperbanyak tasbih dalam aktivitas sehari-hari. Salah satu contohnya adalah dzikir setelah salat. Dalam banyak riwayat, disebutkan bahwa Rasulullah SAW menganjurkan agar setelah selesai salat, seseorang membaca “Subhanallah” sebanyak 33 kali. Ini menjadi bagian dari wirid yang ringan diucapkan, namun besar pahalanya.
Menariknya, tasbih juga disebut dalam konteks pembersihan jiwa dan hati. Dalam hadis, Nabi bersabda, “Barang siapa yang mengucapkan ‘Subhanallah wa bihamdihi’ seratus kali dalam sehari, maka dosa-dosanya diampuni walaupun sebanyak buih di lautan.” Ini menjadi pengingat bahwa tasbih adalah sarana pembersih spiritual yang sangat kuat.
Dalam pandangan ulama, tasbih memiliki makna yang dalam: ia bukan hanya menafikan segala bentuk kekurangan dari Allah, tetapi juga menyucikan hati dari kecenderungan untuk menyalahkan takdir. Dengan bertasbih, seorang Muslim menegaskan bahwa semua ketetapan Allah adalah sempurna, dan tugas manusia hanyalah tunduk dan ridha.
Melalui Al-Qur’an dan hadis, kita belajar bahwa tasbih bukan hanya kalimat dzikir biasa. Ia adalah kalimat yang menggetarkan langit, menenangkan jiwa, dan menjadi tanda dari iman yang hidup. Maka, siapa yang membiasakan diri dengan tasbih, ia sedang berjalan di jalan para nabi, malaikat, dan makhluk langit yang senantiasa memuji dan mensucikan Tuhannya.
