Dalam kehidupan sosial, Islam punya panduan etika yang luar biasa lengkap. Salah satunya adalah soal tajassus—perilaku memata-matai atau mencari-cari kesalahan orang lain secara diam-diam. Al-Qur’an dan Hadis memberikan perhatian serius terhadap tindakan ini, karena tajassus bisa merusak tatanan sosial yang damai dan beradab.
Di dalam Al-Qur’an, larangan tajassus disebut secara eksplisit dalam Surah Al-Hujurat ayat 12:
“Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain…”
Ayat ini muncul dalam konteks menjaga harmoni antarumat Islam, terutama di tengah masyarakat yang bisa saja saling curiga dan berselisih. Tajassus dipandang sebagai gerbang menuju gibah (menggunjing) dan fitnah, dua dosa sosial yang juga sangat dikecam.
Sementara itu, dalam Hadis Nabi Muhammad SAW, kita juga menemukan pesan yang kuat. Rasulullah bersabda:
“Janganlah kalian saling hasad, saling membenci, saling memata-matai, saling membocorkan rahasia, dan jangan saling membelakangi. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Pesan ini sangat jelas: Islam menekankan pentingnya menjaga hubungan baik dan menolak semua bentuk intrusi ke dalam kehidupan pribadi orang lain. Tajassus bukan hanya soal perilaku, tapi juga mencerminkan hati yang kotor—penuh prasangka dan keinginan untuk menjatuhkan orang lain.
Namun, Al-Qur’an dan Hadis juga menunjukkan bahwa Islam tidak bersifat hitam-putih. Dalam beberapa kasus tertentu, tindakan mirip tajassus bisa dibenarkan—misalnya dalam konteks penegakan hukum atau perlindungan masyarakat dari kejahatan. Tapi tetap, itu harus dilakukan oleh pihak berwenang dengan etika dan batasan yang jelas.
Ulama tafsir seperti Imam Al-Qurtubi menegaskan bahwa larangan tajassus dalam Al-Qur’an bertujuan untuk menjaga marwah manusia dan mencegah keretakan sosial. Dalam pandangan Islam, kehormatan seseorang itu suci, dan tidak boleh dicederai dengan prasangka atau pengintaian yang tidak perlu.
Etika sosial Islam bukan hanya soal ibadah ritual, tapi juga bagaimana kita memperlakukan orang lain. Tajassus adalah pelanggaran terhadap adab itu. Bahkan, dalam banyak kasus, Islam lebih memilih seseorang menutup aib saudaranya daripada mengungkapnya, selama tidak membahayakan orang lain.
Jadi, jika kita benar-benar ingin menerapkan nilai-nilai Al-Qur’an dan Hadis dalam kehidupan sehari-hari, salah satu kuncinya adalah: jangan ikut campur urusan yang bukan milik kita, dan jangan jadi detektif tanpa alasan.
