Connect with us

Hi, what are you looking for?

Hikmah

Bahaya Istihza’: Ketika Candaan Menjadi Kufur

Dalam kehidupan sehari-hari, bercanda adalah hal yang lumrah. Humor bisa mencairkan suasana, menghibur hati yang gundah, dan mempererat hubungan. Namun dalam Islam, tidak semua candaan dibenarkan, terutama jika menyangkut hal-hal suci. Ada satu jenis candaan yang sangat berbahaya, yaitu istihza’, atau memperolok agama. Bahayanya tidak main-main: bisa membuat seseorang jatuh dalam kekufuran meskipun awalnya ia adalah seorang muslim.

Apa Itu Istihza’?

Istihza’ adalah tindakan mengejek, merendahkan, atau mempermainkan hal-hal yang berhubungan dengan agama. Ini bisa berupa ejekan terhadap Allah, Rasul-Nya, Al-Qur’an, hadis, hukum-hukum syariat, atau segala sesuatu yang menjadi bagian dari simbol dan ajaran Islam.

Yang membuat istihza’ sangat serius adalah karena ia bukan sekadar dosa besar—ia bisa membatalkan iman seseorang secara langsung, apalagi jika dilakukan dengan sadar dan sengaja.

Ketika Candaan Menjadi Kekufuran

Banyak orang yang terjebak dalam istihza’ karena niat awalnya hanya bercanda. Mereka mengatakan, “Cuma bercanda kok,” atau, “Itu hanya untuk lucu-lucuan.” Padahal, Allah telah memberikan peringatan keras tentang hal ini dalam Al-Qur’an:

> “Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan), pasti mereka akan menjawab, ‘Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.’ Katakanlah, ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok?’ Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu telah kafir sesudah beriman.” (QS. At-Taubah: 65–66)

Ayat ini turun ketika sekelompok orang mengolok-olok Nabi dan para sahabat. Ketika ditegur, mereka mengaku hanya bercanda. Namun Allah tidak menerima alasan itu. Ini menjadi dalil utama bahwa candaan yang merendahkan agama tetap dihitung sebagai kekufuran, tidak peduli seberapa “ringan” niat di baliknya.

Contoh Istihza’ dalam Kehidupan Modern

Advertisement. Scroll to continue reading.

Di era media sosial saat ini, bentuk-bentuk istihza’ makin marak dan sering dibungkus dengan gaya lucu. Berikut beberapa contohnya:

Meme atau video yang memperolok ibadah seperti salat, puasa, haji, atau azan.

Lelucon tentang surga dan neraka yang dibuat seenaknya.

Sindiran terhadap ajaran poligami, hukum waris, atau syariat Islam dengan nada menghina.

Olok-olok terhadap ulama, sunnah Nabi, atau istilah-istilah Islam (seperti “jilbab itu gaya Arab”).

Ucapan yang meremehkan ajaran: “Zaman sekarang masih percaya kiamat?”, atau “Islam kok atur-atur hidup sih?”

Meskipun tampaknya hanya sekadar ekspresi, istihza’ bisa muncul dari lisan, tulisan, ekspresi wajah, bahkan emoji, dan semua itu dihitung jika mengandung makna merendahkan agama.

Pandangan Ulama Mengenai Istihza’

Para ulama sepakat bahwa istihza’ terhadap agama adalah kekufuran. Imam an-Nawawi berkata, “Barang siapa yang memperolok Al-Qur’an atau sebagian darinya, atau memperolok hukum Allah, maka ia telah kafir dengan kesepakatan para ulama.”

Advertisement. Scroll to continue reading.

Imam Ibn Taimiyah juga menegaskan, “Orang yang memperolok Allah, Rasul-Nya, atau agama-Nya, maka ia kafir, baik ia melakukannya karena serius atau bercanda.”

Ini menunjukkan betapa bahayanya mempermainkan agama, meskipun dengan niat yang dianggap ringan oleh pelakunya.

Hukum Taubat bagi Pelaku Istihza’

Jika seseorang pernah melakukan istihza’ secara sadar, maka jalan satu-satunya adalah bertaubat dengan sungguh-sungguh (taubat nasuha). Taubatnya mencakup:

1. Menyesali perbuatannya dengan sepenuh hati.

2. Segera berhenti dari ejekan tersebut dan menjauhi segala yang sejenis.

3. Berjanji dalam hati untuk tidak mengulangi perbuatan itu.

4. Mengucapkan kembali dua kalimat syahadat, karena ia telah keluar dari Islam.

Jika perbuatannya dilakukan di depan umum, maka ia juga harus mengklarifikasi dan meminta maaf secara terbuka, agar tidak menjadi contoh buruk bagi orang lain.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Kenapa Kita Harus Hati-Hati?

Iman itu hal yang mahal. Rasulullah SAW bersabda:

> “Sesungguhnya ada seseorang yang mengucapkan satu kalimat yang ia anggap biasa, namun karena kalimat itu ia tergelincir ke neraka sejauh 70 tahun.” (HR. Tirmidzi)

Ucapan ringan bisa punya konsekuensi besar dalam Islam. Maka penting bagi kita untuk menjaga lisan dan jari-jari kita saat menulis atau membagikan sesuatu, terutama di dunia maya. Jangan sampai kita menjadi penyebab hilangnya iman sendiri atau bahkan orang lain.

Islam Bukan Anti-Humor, Tapi Ada Batasannya

Islam tidak melarang umatnya untuk bercanda. Bahkan Rasulullah SAW sendiri pernah bercanda dengan para sahabat dan keluarganya. Namun, beliau tidak pernah berdusta dalam candaannya, apalagi memperolok agama.

Contoh candaan Rasulullah adalah ketika seorang sahabat meminta agar beliau membawanya naik unta. Rasul menjawab, “Akan kuberikan kepadamu anak unta.” Si sahabat bingung dan berkata, “Apa gunanya anak unta?” Rasul pun menjelaskan, “Bukankah setiap unta itu juga anak dari unta?”

Candaan beliau ringan, cerdas, dan tidak merendahkan siapa pun. Ini menjadi teladan bagi kita bahwa humor dalam Islam boleh, selama tidak melanggar adab, apalagi akidah.

Penutup

Advertisement. Scroll to continue reading.

Istihza’ adalah penyakit yang diam-diam bisa merusak iman. Ia bisa muncul dalam bentuk guyonan, sindiran, atau komentar ringan, namun dampaknya bisa fatal. Islam mengajarkan untuk menjaga kesucian agama dengan penuh hormat dan kehati-hatian, baik dalam perkataan maupun tindakan.

Di tengah budaya hiburan dan konten viral yang semakin bebas, seorang muslim dituntut untuk lebih selektif dan bertanggung jawab terhadap setiap hal yang ia katakan atau bagikan. Jangan sampai demi lucu-lucuan, kita menggadaikan iman yang nilainya tak tergantikan.

Robby Karman
Written By

Penulis, Peminat Kajian Sosial dan Keagamaan.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel terkait

Hikmah

Era digital membawa kemajuan teknologi yang luar biasa, namun juga membawa tantangan baru bagi umat Islam dalam menjaga dan meningkatkan ketakwaan. Di tengah arus...

Kajian

Metode tafsir maudhu’i, juga dikenal sebagai metode tematik, adalah cara mengumpulkan ayat-ayat Al-Quran yang memiliki maksud yang sama, membahas topik yang sama, dan menyusunnya...

Hikmah

Surat Al-Muzammil adalah salah satu surat dalam Al-Qur’an yang memiliki keutamaan dan hikmah yang mendalam. Dengan judul yang berarti “Orang yang Berselimut,” surat ini...

Sirah

RUANGSUJUD.COM – Abu Bakar wafat pada malam Senin. Ada juga yang mengatakan setelah maghrib (malam Selasa) dan dikebumikan pada malam itu juga tepatnya pada 22...