Warisan keilmuan Imam At-Tirmidzi adalah salah satu pilar besar dalam sejarah ilmu hadis Islam. Melalui karya monumentalnya, Sunan At-Tirmidzi, ia tidak hanya menyusun kumpulan hadis Nabi ﷺ, tetapi juga membangun jembatan antara ahli hadis dan ahli fikih. Karyanya menjadi bukti bahwa ilmu agama bisa disampaikan dengan ketelitian, kelembutan, dan kedalaman makna.
Imam At-Tirmidzi lahir di Tirmidz pada tahun 209 Hijriah (824 M) dan wafat pada tahun 279 Hijriah (892 M). Dalam hidupnya, ia menempuh perjalanan panjang menuntut ilmu ke berbagai negeri Islam, berguru kepada tokoh-tokoh besar seperti Imam Al-Bukhari, Imam Muslim, dan Qutaibah bin Sa’id. Ia dikenal sebagai murid yang cerdas, rendah hati, dan sangat menghormati gurunya.
Karya agungnya, Sunan At-Tirmidzi, menjadi salah satu dari enam kitab hadis utama (Kutubus Sittah). Kitab ini berisi sekitar 3.956 hadis yang dipilih dengan penuh kehati-hatian. Keistimewaannya terletak pada kombinasi antara sanad yang kuat, penilaian hadis yang jelas, dan penjelasan fikih yang aplikatif.
Yang membuat Sunan At-Tirmidzi berbeda dari karya hadis lainnya adalah pendekatannya yang menyatukan dimensi hadis dan fikih. Imam At-Tirmidzi tidak hanya mencatat riwayat, tetapi juga menjelaskan bagaimana para ulama memahami dan mengamalkan hadis tersebut. Inilah sebabnya para ulama menyebutnya sebagai kitab yang “mendamaikan antara ahli hadis dan ahli fikih.”
Pengaruh Sunan At-Tirmidzi sangat besar bagi dunia keilmuan Islam. Ulama besar seperti Imam An-Nawawi, Ibnu Hajar Al-Asqalani, Asy-Syaukani, hingga Ash-Shan’ani banyak merujuk kepadanya dalam karya-karya mereka. Kitab ini menjadi salah satu rujukan utama dalam penetapan hukum Islam, terutama karena kejelasan Imam At-Tirmidzi dalam membedakan hadis sahih, hasan, dan dhaif.
Bahkan istilah hadis hasan yang kini digunakan luas di dunia ilmu hadis, pertama kali dipopulerkan secara sistematis oleh Imam At-Tirmidzi. Melalui penjelasannya, para ulama generasi setelahnya dapat memahami kategori hadis secara lebih terstruktur dan ilmiah.
Namun warisan terbesar Imam At-Tirmidzi bukan hanya kitabnya, melainkan juga adab dan ketulusannya. Ia adalah simbol ulama sejati — tidak sombong dengan ilmunya, tidak mencari ketenaran, dan tidak menjual hadis demi dunia. Dikisahkan bahwa di masa tuanya, beliau menjadi buta, namun tetap mengajar dan meriwayatkan hadis dengan penuh semangat.
Imam Adz-Dzahabi menggambarkannya sebagai sosok “yang menggabungkan hafalan, pemahaman, dan keikhlasan dalam satu pribadi.” Ia bukan hanya penghafal hadis, tetapi juga penjaga makna dan ruhnya.
Hingga hari ini, Sunan At-Tirmidzi tetap diajarkan di pesantren, universitas, dan majelis ilmu di seluruh dunia Islam. Setiap kali hadisnya dibacakan, setiap kali ulama menelaah penjelasannya, pahala itu terus mengalir kepadanya.
Warisan Imam At-Tirmidzi mengajarkan kita bahwa ilmu yang disertai adab dan keikhlasan akan abadi. Ia tidak hanya menjaga sabda Nabi ﷺ, tapi juga menunjukkan bagaimana ilmu bisa menjadi jalan menuju kedekatan dengan Allah.


























