Monitorday.com – Hukum bughat telah menjadi pembahasan penting dalam khazanah fikih Islam. Para ulama sepakat bahwa bughat, yaitu pemberontakan terhadap pemimpin Muslim yang sah, hukumnya haram dan termasuk dosa besar. Larangan ini ditegaskan dalam Al-Qur’an dan hadis, meskipun ada perincian dalam penerapannya.
Dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 9, Allah memerintahkan kaum Muslimin untuk mendamaikan dua kelompok yang bertikai. Namun jika salah satunya tetap membangkang, maka diperintahkan untuk diperangi hingga kembali kepada aturan Allah. Ayat ini menjadi dasar bahwa bughat adalah tindakan yang tidak boleh dibiarkan karena mengancam keutuhan umat.
Hadis Nabi Muhammad SAW juga menegaskan larangan memberontak kepada pemimpin Muslim. Dalam riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda: “Barang siapa yang melihat sesuatu dari pemimpinnya yang dibencinya, maka hendaklah ia bersabar. Karena sesungguhnya siapa saja yang memisahkan diri dari jamaah satu jengkal, lalu ia mati, maka matinya seperti mati jahiliyah.” Hadis ini menekankan bahwa kesabaran lebih diutamakan daripada mengangkat senjata.
Meski demikian, para ulama memberikan pengecualian. Bughat dibenarkan bila pemimpin secara nyata melakukan kekufuran yang jelas dan memerintahkan rakyat untuk meninggalkan agama. Hal ini berdasarkan sabda Nabi: “Kecuali bila kalian melihat kekufuran yang nyata, yang ada buktinya dari Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim). Namun, syarat ini sangat ketat agar tidak dijadikan alasan untuk pemberontakan yang sebenarnya hanya dilatarbelakangi kepentingan politik.
Dalam fikih, para fuqaha membahas hukum bughat secara detail. Imam Al-Mawardi dalam Al-Ahkam As-Sulthaniyyah menjelaskan bahwa jika ada sekelompok Muslim yang memberontak, maka pemerintah wajib mengajak mereka berdialog terlebih dahulu. Jika tetap membangkang, barulah boleh diperangi dengan tujuan melumpuhkan pemberontakan, bukan membinasakan mereka.
Di era modern, hukum bughat tetap relevan, meski bentuknya bisa berbeda. Pemberontakan terhadap pemerintahan sah dengan alasan politik atau ekonomi tetap tidak dibenarkan karena dapat menimbulkan kerusakan lebih besar. Jalan damai dan konstitusional adalah cara yang sesuai dengan semangat syariat.
Dengan demikian, hukum bughat jelas haram kecuali dalam kondisi yang sangat khusus. Islam mengutamakan persatuan, stabilitas, dan keadilan, serta menolak kekerasan yang hanya akan menghancurkan kehidupan umat.


























