Monitorday.com – Al-Walid bin Abdul Malik adalah salah satu khalifah terbesar dalam sejarah Islam, penerus langsung dari reformasi ayahnya, Abdul Malik bin Marwan. Di bawah kepemimpinannya, dunia Islam mencapai puncak kejayaan — baik secara militer, ekonomi, maupun peradaban. Ia bukan hanya melanjutkan stabilitas yang dibangun ayahnya, tetapi mengubahnya menjadi masa ekspansi dan kemakmuran luar biasa. Di tangan Al-Walid, Dinasti Umayyah menjelma menjadi kekuatan global yang disegani dari barat hingga timur.
Al-Walid lahir di Damaskus pada tahun 50 H (672 M) dan naik tahta pada tahun 86 H (705 M), menggantikan ayahnya. Ia mewarisi pemerintahan yang stabil dan terorganisir, namun ia tidak berhenti di situ. Dengan visi besar dan jiwa kepemimpinan yang kuat, Al-Walid memperluas wilayah kekuasaan Islam ke titik terjauh yang belum pernah dicapai sebelumnya. Selama pemerintahannya, Islam membentang dari Andalusia di barat hingga ke lembah Indus di timur — menjadikannya salah satu kerajaan terbesar dalam sejarah manusia.
Salah satu pencapaian terbesarnya adalah ekspansi militer dan penyebaran Islam ke berbagai wilayah dunia. Di barat, pasukannya di bawah panglima Musa bin Nushair dan Tariq bin Ziyad menaklukkan Spanyol (Andalusia) pada tahun 92 H (711 M), membuka babak baru bagi sejarah Eropa. Di timur, pasukan Qutaibah bin Muslim menembus Asia Tengah hingga Samarkand dan perbatasan Cina. Sementara di selatan, ekspedisi Islam menjangkau Sindh (Pakistan modern) di bawah kepemimpinan Muhammad bin Qasim. Semua ekspansi itu dilakukan bukan hanya dengan kekuatan militer, tapi juga dengan dakwah dan diplomasi.
Namun Al-Walid tidak hanya dikenal sebagai penakluk. Ia juga pemimpin pembangunan dan kemajuan peradaban. Di masanya, pembangunan besar-besaran dilakukan di seluruh wilayah kekhalifahan. Ia memerintahkan perluasan Masjid Nabawi di Madinah, menjadikannya salah satu proyek arsitektur terbesar di dunia Islam saat itu. Ia juga membangun Masjid Umayyah di Damaskus, yang hingga kini dianggap sebagai salah satu masjid terindah di dunia. Di Mesir, ia membangun rumah sakit umum pertama dalam sejarah Islam, dan di Damaskus, ia membangun panti sosial untuk orang miskin dan penyandang disabilitas.
Al-Walid dikenal memiliki perhatian besar terhadap kesejahteraan rakyat. Ia memperkenalkan sistem tunjangan sosial bagi fakir miskin, anak yatim, dan orang tua yang tidak mampu bekerja. Ia juga memperbaiki infrastruktur publik seperti jalan, jembatan, dan saluran air di berbagai provinsi. Di bawah kepemimpinannya, ekonomi Islam mencapai kemakmuran luar biasa, perdagangan internasional berkembang, dan kas negara melimpah.
Selain pembangunan fisik, Al-Walid juga mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Ia mendorong para ulama, insinyur, dan arsitek untuk berinovasi. Ia mengirim tenaga ahli dari berbagai wilayah untuk membangun proyek besar dan mendirikan lembaga pendidikan. Di masa pemerintahannya, bahasa Arab semakin kokoh sebagai bahasa pemerintahan, sains, dan sastra.
Meski dikenal tegas dalam urusan politik, Al-Walid memiliki hati yang lembut terhadap rakyatnya. Ia pernah berkata, “Aku tidak ingin satu malam pun berlalu sementara di negeriku masih ada orang yang kelaparan.” Karena itu, ia memastikan distribusi zakat berjalan efektif dan keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu. Para sejarawan mencatat, di masa Al-Walid, hampir tidak ditemukan lagi pengangguran atau rakyat miskin yang tidak terbantu.
Kepemimpinan Al-Walid menandai puncak kejayaan Dinasti Umayyah. Ia memadukan kekuatan ayahnya dalam administrasi dengan semangat kemajuan dan pembangunan. Dunia Islam di masanya tidak hanya luas dan makmur, tetapi juga berperadaban tinggi — dengan masjid-masjid megah, kota-kota makmur, dan masyarakat yang hidup dalam keadilan.
Al-Walid bin Abdul Malik wafat pada tahun 96 H (715 M), setelah memimpin selama sepuluh tahun yang gemilang. Ia meninggalkan warisan luar biasa: sebuah dunia Islam yang bersatu, makmur, dan dihormati. Kepemimpinannya menunjukkan bahwa kejayaan tidak hanya diraih dengan pedang, tetapi juga dengan pena, ilmu, dan kasih sayang kepada rakyat.
Ia adalah contoh bahwa seorang khalifah sejati bukan hanya penguasa, tetapi pembangun peradaban. Di tangannya, Islam bukan sekadar kekuatan politik — melainkan cahaya peradaban yang menerangi dunia.


























