Connect with us

Hi, what are you looking for?

Hikmah

Sederhana dalam Hidup, Luhur dalam Ilmu: Keteladanan Imam Ahmad bin Hanbal

Monitorday.com – Di balik wibawa dan keteguhan Imam Ahmad bin Hanbal sebagai ulama besar dan pejuang akidah, tersimpan pribadi yang luar biasa sederhana. Ia hidup dalam kesahajaan, menjauhi kemewahan, dan menolak segala bentuk kedekatan dengan kekuasaan. Namun justru karena kesederhanaan itulah, ilmunya menjadi luhur, dihormati, dan diberkahi hingga kini.

Imam Ahmad lahir di Baghdad pada tahun 164 Hijriah (780 M), di tengah keluarga yang hidup sederhana. Sejak kecil ia sudah terbiasa hidup prihatin bersama ibunya. Ia belajar bahwa kemuliaan bukan diukur dari harta atau jabatan, melainkan dari ketulusan dalam menuntut ilmu dan menjaga kehormatan diri.

Dalam perjalanan hidupnya, Imam Ahmad menempuh jalan yang berbeda dari banyak ulama sezamannya. Ia menolak hadiah dari penguasa, menolak tunjangan dari istana, bahkan sering menolak uang dari murid-muridnya. Ketika ditanya mengapa ia menolak semua pemberian itu, ia menjawab,

> “Aku ingin hidup bebas agar tidak ada satu pun manusia yang bisa menundukkan kebenaranku.”

Kehidupan Imam Ahmad penuh dengan kesederhanaan. Rumahnya kecil, pakaiannya sederhana, dan makanannya sangat sedikit. Ia sering berpuasa, tidak karena tidak mampu membeli makanan, tetapi karena ingin menjaga hati dari kelalaian.

Meski hidup miskin, ia memiliki kekayaan yang jauh lebih berharga — akhlak dan ilmu. Setiap kali mengajar, ia duduk dengan penuh tawadhu, mendengarkan murid-muridnya dengan sabar, dan tidak pernah marah kecuali jika melihat kebohongan atas nama Rasulullah ﷺ. Ia berkata,

> “Aku lebih suka diam seribu kali daripada berbicara tanpa ilmu.”

Imam Ahmad juga dikenal sangat berbakti kepada ibunya. Ketika ibunya sudah tua, ia sendiri yang merawatnya. Saat hendak pergi menuntut ilmu jauh ke Yaman, ia meminta izin dengan penuh hormat. Sang ibu meneteskan air mata, tapi tetap merestuinya dengan doa, dan doa itulah yang menjadi keberkahan dalam setiap langkahnya.

Ketika ujian Fitnah Khalq al-Qur’an datang, kesabarannya diuji hingga batas tertinggi. Ia disiksa dan dipenjara, tapi tidak pernah berkeluh kesah. Bahkan setelah dibebaskan, ia tidak pernah menaruh dendam kepada orang-orang yang menyiksanya. Ia berkata,

Advertisement. Scroll to continue reading.

> “Aku telah memaafkan mereka, karena aku tidak ingin satu pun Muslim disiksa karena diriku di hari kiamat.”

Keteladanan Imam Ahmad tidak hanya terlihat dari keberaniannya, tapi juga dari ketulusan dan keikhlasannya. Setelah namanya terkenal, banyak khalifah dan pejabat tinggi datang memujinya. Namun ia tetap rendah hati. Ia berkata kepada murid-muridnya,

> “Jangan kalian menulis namaku di kitab kalian. Tulislah nama Rasulullah ﷺ, karena akulah yang membutuhkan hadis itu, bukan beliau yang membutuhkan aku.”

Sikap rendah hati inilah yang membuatnya dihormati oleh seluruh ulama. Imam Syafi’i, gurunya, pernah berkata,

> “Aku meninggalkan Baghdad dan tidak ada seorang pun yang lebih baik darinya selain Ahmad bin Hanbal.”

Kesederhanaan Imam Ahmad adalah cerminan dari kemurnian ilmunya. Ia tidak mencari kehormatan dunia, tapi menginginkan ridha Allah semata. Ia mengajarkan bahwa ilmu tanpa keikhlasan hanyalah kebanggaan kosong, sedangkan keikhlasan tanpa ilmu akan menyesatkan.

Imam Ahmad wafat di Baghdad pada tahun 241 Hijriah (855 M). Saat pemakamannya, lautan manusia datang mengiringi jenazahnya — pertanda cinta umat kepada ulama yang hidupnya bersih dan hatinya mulia.

Dari Imam Ahmad bin Hanbal, kita belajar bahwa kesederhanaan bukan kelemahan, tapi kekuatan. Bahwa hidup lurus dan jujur jauh lebih berharga daripada hidup kaya tapi penuh kompromi. Dan bahwa ilmu yang lahir dari hati yang ikhlas akan terus hidup meski pemiliknya telah tiada.

Advertisement. Scroll to continue reading.
Robby Karman
Ditulis oleh

Penulis, Peminat Kajian Sosial dan Keagamaan.

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel terkait

Hikmah

Era digital membawa kemajuan teknologi yang luar biasa, namun juga membawa tantangan baru bagi umat Islam dalam menjaga dan meningkatkan ketakwaan. Di tengah arus...

Kajian

Metode tafsir maudhu’i, juga dikenal sebagai metode tematik, adalah cara mengumpulkan ayat-ayat Al-Quran yang memiliki maksud yang sama, membahas topik yang sama, dan menyusunnya...

Hikmah

Surat Al-Muzammil adalah salah satu surat dalam Al-Qur’an yang memiliki keutamaan dan hikmah yang mendalam. Dengan judul yang berarti “Orang yang Berselimut,” surat ini...

Hikmah

Al-Qur’an, sebagai kitab suci umat Islam, tidak hanya relevan dalam konteks sejarahnya, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari yang dinamis dan beragam zaman modern. Ajaran-ajaran...