Qital bukanlah tindakan sembarangan dalam Islam. Ia memiliki dasar hukum yang kuat dalam Al-Qur’an dan hadis, serta diatur secara rinci dalam fiqh siyar (hukum perang Islam). Tujuannya adalah untuk menjaga kedamaian yang adil, bukan menciptakan kerusakan.
Salah satu ayat yang paling jelas tentang hukum qital adalah Surah Al-Hajj ayat 39: “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.” Ini menegaskan bahwa izin berperang diberikan kepada kaum Muslimin yang tertindas.
Dalam hadis, Rasulullah SAW bersabda, “Jangan membunuh wanita, anak-anak, orang tua, atau orang yang tidak ikut berperang.” (HR. Muslim). Ini menunjukkan bahwa qital dibatasi oleh norma dan etika. Islam tidak mengenal doktrin perang total atau genosida.
Para ulama membagi qital dalam dua kategori besar: qital difa’i (defensif) dan qital thalabi (ofensif untuk mencegah kerusakan lebih besar). Keduanya harus mengikuti prinsip-prinsip syariat dan tidak boleh berdasarkan ambisi duniawi.
Dalam fikih, para ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, hingga Hanbali sepakat bahwa qital hanya dilakukan jika telah terpenuhi syarat seperti adanya penindasan, pengusiran dari tanah air, atau penghalangan terhadap penyebaran Islam.
