Fatwa adalah produk ijtihad manusia. Karena itu, tak jarang ia memicu kontroversi, terutama jika menyentuh isu-isu yang sensitif atau menyangkut kebiasaan masyarakat luas. Dalam sejarah Islam, banyak fatwa yang menjadi perdebatan bahkan di antara sesama ulama.
Contohnya, fatwa tentang haramnya rokok, hukum pacaran, penggunaan musik dalam dakwah, hingga fatwa tentang memilih pemimpin non-Muslim. Di Indonesia, MUI pernah mengeluarkan fatwa haram untuk golput (tidak memilih), yang menuai banyak kritik dari berbagai pihak.
Penyebab munculnya kontroversi biasanya karena perbedaan metode ijtihad atau sudut pandang antara satu ulama dengan yang lain. Ada ulama yang sangat tekstual, sementara yang lain lebih kontekstual. Perbedaan latar belakang sosial, budaya, dan mazhab juga berpengaruh.
Namun, kontroversi fatwa bukan berarti Islam membingungkan. Justru ini menunjukkan kekayaan khazanah keilmuan Islam yang tidak kaku. Dalam banyak kasus, umat diberikan pilihan untuk mengikuti fatwa yang paling sesuai dengan keadaan mereka, selama tetap dalam koridor syariat.
Yang penting adalah sikap saling menghormati di antara perbedaan. Jangan sampai perbedaan fatwa menjadi sumber perpecahan. Ulama besar seperti Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Abu Hanifah pun memiliki pandangan berbeda dalam banyak hal, namun tetap saling menghormati.
