Salah satu ciri keindahan syariat Islam adalah fleksibilitasnya dalam merespons situasi umat melalui ijtihad. Dari sinilah lahir ikhtilaf yang menjadi ciri khas hukum Islam. Ini bukan kelemahan, tapi kekuatan. Islam tidak memaksakan satu hukum untuk semua zaman dan tempat.
Ijtihad adalah proses penggalian hukum oleh seorang mujtahid berdasarkan dalil-dalil syar’i. Karena setiap ulama punya cara istinbat (pengambilan hukum) yang berbeda, maka wajar jika lahir perbedaan. Perbedaan ini justru memberi kemudahan bagi umat untuk memilih hukum yang paling sesuai dengan konteksnya.
Contohnya, dalam hukum zakat profesi, sebagian ulama klasik tidak mengenal istilah ini, tetapi ulama kontemporer seperti Yusuf al-Qaradawi mengijtihadkan bahwa zakat profesi wajib karena penghasilan modern juga masuk kategori harta. Ini menunjukkan ruang dinamis yang terus berkembang.
Namun perlu dicatat, ikhtilaf tidak boleh menjadi alasan untuk mengikuti pendapat yang paling ringan demi kepentingan pribadi (tasyahhud). Harus tetap ada komitmen pada kebenaran dan keilmuan yang sahih.
Ikhtilaf adalah rahmat jika digunakan dengan niat baik dan dasar ilmu yang kuat. Karenanya, umat Islam seharusnya bersyukur memiliki sistem hukum yang fleksibel dan terus relevan sepanjang zaman.
