Lisan adalah anugerah Allah yang luar biasa, tetapi juga bisa menjadi alat penghancur jika tidak dijaga. Dalam banyak kasus, fitnah dimulai dari lisan yang tak terkendali—ucapan yang menuduh, menyindir, atau menyebarkan informasi tanpa bukti. Di era digital, peran lisan tergantikan oleh jari-jari kita di media sosial, namun bahayanya tetap sama bahkan bisa lebih dahsyat.
Fitnah di media sosial kerap berbentuk hoaks, gosip, atau framing negatif terhadap seseorang atau kelompok. Satu postingan saja bisa viral dan menciptakan persepsi buruk yang sulit diluruskan. Tidak sedikit orang yang kehilangan pekerjaan, kehormatan, bahkan nyawanya akibat fitnah daring.
Islam sangat tegas dalam memperingatkan bahaya lisan. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari-Muslim). Ucapan yang tidak berguna, apalagi menyakitkan, sebaiknya ditinggalkan.
Kita juga diajarkan untuk melakukan tabayyun—klarifikasi—sebelum menyebarkan informasi. Dalam Surah Al-Hujurat ayat 6 disebutkan: “Jika datang kepada kalian orang fasik membawa berita, maka telitilah terlebih dahulu.” Ini penting agar kita tidak menjadi bagian dari rantai fitnah.
Solusi untuk menjaga diri dari fitnah digital adalah dengan memperkuat adab bermedia, berpikir sebelum berbicara, dan membatasi diri dari ikut serta dalam perdebatan yang tidak perlu. Menjaga lisan dan jari adalah bagian dari iman.
