Connect with us

Hi, what are you looking for?

Hikmah

Keindahan Silaturahim: Jembatan Kasih Sayang dan Persatuan Umat

Silaturrahim adalah amalan mulia yang dicintai Allah, merajut kasih sayang, membuka rezeki, serta menyehatkan jiwa. Lebih dari tradisi, ia adalah upaya memperbaiki hubungan dan memaafkan, meneladani Rasulullah dan Buya Hamka.

{

“narasi”: “RuangSujud.com – Di tengah hiruk pikuk kehidupan dunia yang seringkali melalaikan, ada satu amalan mulia yang senantiasa Rasulullah ﷺ sebutkan sebagai ibadah yang sangat dicintai Allah SWT: silaturrahim. Ia bukan sekadar tradisi musiman atau basa-basi semata, melainkan jembatan kokoh yang merajut kasih sayang, membuka pintu rezeki yang luas, serta diyakini dapat menyehatkan jiwa dan memanjangkan usia. Lebih dari sekadar pertemuan fisik, silaturrahim adalah manifestasi iman, sebuah ikatan hati yang melampaui sekat-sekat duniawi, mengisyaratkan bahwa keharmonisan hubungan antar sesama adalah cerminan ketakwaan seorang hamba. Sungguh, keindahan silaturrahim tak mengenal batasan waktu, ia adalah kebutuhan sepanjang hayat. nnKita seringkali mengaitkan silaturrahim dengan momen istimewa seperti Hari Raya Idul Fitri, di mana tradisi saling memaafkan dan halal bi halal menjadi agenda utama. Namun, esensi sejati silaturrahim jauh lebih mendalam daripada sekadar perayaan tahunan. Ia adalah upaya tulus untuk ‘mengishlahkan’ atau memperbaiki kembali hubungan yang mungkin telah renggang, menyingkirkan kedengkian, kebencian, dan permusuhan yang bersemayam dalam hati. Sebagaimana firman Allah dalam QS An-Nisa’ [4]:1 yang menyandingkan silaturrahim dengan takwa, amalan ini menuntut kejernihan hati dan pikiran, bukan hanya pertemuan lahiriah. Ia adalah pondasi kuat bagi terciptanya *hablum-minannas* (hubungan baik sesama manusia) setelah *hablum-minallah* (hubungan baik dengan Allah SWT).nnKeistimewaan silaturrahim justru terpancar paling terang ketika ia dilakukan bukan hanya kepada mereka yang dekat dan sejalan, melainkan juga kepada mereka yang mungkin memiliki perbedaan, masalah, atau bahkan pernah menyakiti hati kita. Rasulullah ﷺ, dengan kearifan beliau, menyebut perbuatan ini sebagai *afdhalul-fadha’il* (perbuatan paling utama di antara yang utama), seraya bersabda, “Yang paling utama di antara perbuatan yang utama adalah engkau melakukan silaturrahim dengan orang yang memutuskannya, engkau memberi kepada orang yang tidak pernah memberi (kikir), dan engkau memaafkan orang yang berlaku zalim kepadamu.” (HR: Thabrani). Hadis ini mengajarkan kita tentang kemuliaan berinisiatif, menjadi pelopor dalam menyambung kembali tali persaudaraan di tengah berbagai persoalan yang seringkali memicu konflik dan perpecahan.nnSejarah Islam kaya akan teladan agung tentang pentingnya memaafkan dan menjaga silaturrahim, bahkan dengan lawan. Rasulullah ﷺ adalah suri teladan terbaik. Saat penaklukan Kota Makkah, beliau tidak membalas dendam atas penganiayaan yang dialami, melainkan memberikan pengampunan universal kepada seluruh musuhnya, memperlakukan mereka dengan budi luhur dan keadilan. Demikian pula ketika seorang wanita Yahudi mencoba meracuninya, Rasulullah ﷺ justru memaafkannya setelah ia jujur mengakui perbuatannya, yang kemudian mengantarkan wanita itu memeluk Islam. Ini adalah bukti nyata bahwa kekuatan kasih sayang dan pengampunan jauh lebih dahsyat daripada amarah dan dendam.nnDalam konteks modern di Indonesia, kita juga dapat merenungkan keteladanan seorang ulama besar, Prof. KH. Abdul Malik Karim Amrullah atau Buya Hamka. Meskipun pernah merasakan pahitnya fitnah dan jeruji penjara atas perintah Presiden Soekarno, Buya Hamka tidak pernah menyimpan dendam. Jiwa besarnya terbukti saat beliau memimpin tahlil dan menuntun syahadat Moh. Yamin di akhir hayatnya, seorang tokoh yang pernah sangat membencinya karena perbedaan politik. Lebih mengharukan lagi, Buya Hamka memenuhi permintaan terakhir Soekarno untuk menjadi imam salat jenazah beliau, menjawab kritikan dengan mengatakan, “Hanya Allah yang lebih tahu orang-orang yang munafik, dan saya harus berterima kasih, karena dalam penjara saya dapat kesempatan menulis tafsir Al-Qur’an 30 juz.” Beliau juga mengingatkan jasa-jasa Soekarno membangun masjid-masjid monumental, menunjukkan keluasan hati dan pandangan yang melampaui sekat-sekat pribadi.nnDari kisah-kisah penuh hikmah ini, tergambar jelas bahwa Muslim sejati adalah mereka yang, sebagaimana firman Allah, “keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka…” (QS: al-Fath: 29). Syeikh Yusuf al-Qaradhawi pernah menegaskan bahwa perbedaan kelompok atau pandangan bukanlah penghalang kesatuan, karena sesama Muslim adalah bersaudara. Marilah kita terus merajut tali silaturrahim yang berkualitas dan fungsional, tidak hanya pada momen-momen tertentu, tetapi sepanjang masa. Dengan mempraktikkan kasih sayang, pengampunan, dan persatuan, kita tidak hanya meneladani akhlak Rasulullah ﷺ dan para ulama, tetapi juga meneguhkan jati diri kita sebagai umat yang kokoh, bersatu, dan senantiasa berada di jalan yang lurus.”

}

Robby Karman
Ditulis oleh

Penulis, Peminat Kajian Sosial dan Keagamaan.

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel terkait

Hikmah

Era digital membawa kemajuan teknologi yang luar biasa, namun juga membawa tantangan baru bagi umat Islam dalam menjaga dan meningkatkan ketakwaan. Di tengah arus...

Kajian

Metode tafsir maudhu’i, juga dikenal sebagai metode tematik, adalah cara mengumpulkan ayat-ayat Al-Quran yang memiliki maksud yang sama, membahas topik yang sama, dan menyusunnya...

Hikmah

Surat Al-Muzammil adalah salah satu surat dalam Al-Qur’an yang memiliki keutamaan dan hikmah yang mendalam. Dengan judul yang berarti “Orang yang Berselimut,” surat ini...

Hikmah

Al-Qur’an, sebagai kitab suci umat Islam, tidak hanya relevan dalam konteks sejarahnya, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari yang dinamis dan beragam zaman modern. Ajaran-ajaran...