Connect with us

Hi, what are you looking for?

Hikmah

Al-Mahdi bin Abu Ja’far al-Mansur: Khalifah Dermawan yang Membawa Abbasiyah ke Masa Kemakmuran

Monitorday.com – Al-Mahdi bin Abu Ja’far al-Mansur adalah khalifah ketiga Dinasti Abbasiyah, memerintah dari tahun 158 hingga 169 H (775–785 M). Di masa kepemimpinannya, kekhalifahan Abbasiyah mencapai stabilitas politik dan kemakmuran ekonomi tertinggi setelah masa-masa pembangunan yang dirintis oleh ayahnya, Abu Ja’far al-Mansur. Jika al-Mansur dikenal sebagai arsitek negara yang kuat dan disiplin, maka al-Mahdi dikenal sebagai pemimpin yang penuh kasih, dermawan, dan berjiwa spiritual tinggi — sosok yang menggabungkan kekuasaan dengan kemanusiaan.

Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad al-Mahdi, lahir pada tahun 127 H (745 M) di wilayah Hamimah, Yordania. Sejak muda, ia dididik langsung oleh ayahnya dalam ilmu pemerintahan dan agama. Abu Ja’far dikenal sangat keras mendidiknya agar memahami tanggung jawab besar sebagai khalifah. Maka ketika al-Mahdi naik tahta pada tahun 158 H, ia tidak hanya mewarisi kekuasaan, tetapi juga visi pemerintahan yang matang dan moral kepemimpinan yang kuat.

Langkah pertama al-Mahdi setelah menjadi khalifah adalah meneguhkan kestabilan dalam negeri. Ia melanjutkan sistem pemerintahan yang efisien dari ayahnya, namun dengan pendekatan yang lebih lembut terhadap rakyat. Ia memperbaiki hubungan dengan berbagai kelompok sosial dan politik yang sempat tertekan pada masa-masa sebelumnya, termasuk kaum Alawiyin dan suku-suku Arab yang pernah memberontak. Dengan kebijakan yang penuh dialog dan amnesti, al-Mahdi berhasil meredam potensi konflik tanpa kekerasan.

Di bidang ekonomi, masa pemerintahannya dikenal sebagai era kemakmuran rakyat. Baitul Mal penuh berlimpah, perdagangan internasional berkembang pesat, dan hasil bumi melimpah. Ia memperkuat jalur perdagangan antara Baghdad, Basrah, dan India, serta membuka hubungan diplomatik dengan kekaisaran Tiongkok dan Bizantium. Pajak dikelola secara adil, dan banyak wilayah diberi keringanan bea masuk untuk mempercepat perputaran ekonomi. Di masa ini, Baghdad tumbuh menjadi kota terkaya di dunia Islam, dengan pasar-pasar besar, rumah-rumah indah, dan taman-taman megah yang menjadi simbol kemakmuran.

Namun, al-Mahdi tidak tenggelam dalam kekayaan dan kemewahan. Ia dikenal sebagai khalifah yang dekat dengan rakyat dan rendah hati. Dalam banyak riwayat, disebutkan bahwa ia sering menyamar untuk berkeliling Baghdad di malam hari, mendengarkan keluhan rakyat secara langsung tanpa pengawalan. Ketika menemukan ketidakadilan, ia segera memerintahkan perbaikan dan menghukum pejabat yang lalai. Rakyat mencintainya karena ia tidak hanya memerintah dari istana, tetapi juga hadir di tengah kehidupan mereka.

Salah satu ciri khas al-Mahdi adalah kedermawanannya. Ia sering membagikan harta kepada fakir miskin, menanggung utang rakyat, dan memberi hadiah besar kepada ulama dan penuntut ilmu. Dalam catatan sejarah, ia pernah membagikan lebih dari 30 juta dirham dari kas negara kepada rakyat Baghdad saat Idul Fitri. Ketika ditanya mengapa begitu dermawan, ia menjawab, “Harta ini bukan milikku, tetapi titipan Allah untuk umat Muhammad ﷺ.”

Dalam bidang keagamaan, al-Mahdi berperan besar dalam memperkuat identitas Islam ortodoks di tengah berkembangnya berbagai aliran pemikiran. Ia memerangi gerakan Zindik — kelompok yang dianggap menyebarkan pemikiran sesat dan merusak aqidah umat. Namun, ia melakukannya dengan pendekatan ilmiah dan hukum, bukan semata kekerasan. Ia membentuk lembaga pengawasan keagamaan yang mengumpulkan ulama dan ahli fikih untuk memeriksa ajaran-ajaran yang menyimpang.

Di masa al-Mahdi pula, ilmu pengetahuan dan sastra Islam berkembang pesat. Ia melanjutkan kebijakan ayahnya dalam mendukung penerjemahan karya asing dan pembangunan lembaga pendidikan di Baghdad. Ia memuliakan ulama seperti Imam Malik bin Anas, Al-Auza’i, dan Sufyan ats-Tsauri, memberi mereka kebebasan berdakwah dan berfatwa. Para penyair, sejarawan, dan ahli bahasa juga mendapat tempat istimewa di istana. Keindahan bahasa Arab mencapai puncak di masa ini, menjadi alat ekspresi budaya dan keilmuan Islam.

Selain itu, al-Mahdi juga dikenal dengan kebijakan moral dan sosialnya yang tegas namun bijak. Ia melarang praktik riba, minuman keras, dan hiburan yang berlebihan di istana. Ia membangun banyak masjid, rumah sakit, dan madrasah, serta memperhatikan kesejahteraan para janda dan anak yatim. Pemerintahannya mencerminkan keseimbangan antara kemajuan material dan spiritual, antara kemewahan kota besar dan kesederhanaan iman.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Kebijakan luar negeri al-Mahdi juga menunjukkan kebijaksanaan dan kekuatan. Ia menjaga hubungan damai dengan Bizantium melalui perjanjian tahunan, tetapi tetap menunjukkan kekuatan militer dengan menaklukkan beberapa benteng di Asia Kecil. Ia mengirim duta ke Tiongkok, mempererat hubungan dagang dan diplomasi lintas benua. Di bawahnya, dunia Islam benar-benar berdiri sebagai kekuatan global yang dihormati dan disegani.

Al-Mahdi wafat pada tahun 169 H (785 M) di wilayah Masabadhan, Persia, dalam usia sekitar 40 tahun. Wafatnya disambut dengan duka besar di seluruh kekhalifahan, karena ia dikenang sebagai khalifah yang lembut, adil, dan penuh kasih. Ia mewariskan kekuasaan kepada putranya, Musa al-Hadi, dan kemudian kepada Harun ar-Rasyid — yang kelak membawa Abbasiyah ke puncak kemuliaan.

Warisan al-Mahdi bukan hanya berupa istana megah atau kas negara yang penuh, melainkan semangat kepemimpinan yang berlandaskan iman dan kasih. Ia membuktikan bahwa pemerintahan yang kuat tidak harus keras, dan kemakmuran sejati bukan hanya diukur dari harta, tetapi dari kesejahteraan dan kebahagiaan rakyat.

Dengan perpaduan antara keadilan, kelembutan, dan kebijakan yang cemerlang, al-Mahdi menorehkan babak baru dalam sejarah Islam — babak di mana kekuasaan menjadi rahmat, bukan ancaman; dan khalifah menjadi pelayan umat, bukan penguasa yang ditakuti.

Robby Karman
Ditulis oleh

Penulis, Peminat Kajian Sosial dan Keagamaan.

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel terkait

Hikmah

Era digital membawa kemajuan teknologi yang luar biasa, namun juga membawa tantangan baru bagi umat Islam dalam menjaga dan meningkatkan ketakwaan. Di tengah arus...

Kajian

Metode tafsir maudhu’i, juga dikenal sebagai metode tematik, adalah cara mengumpulkan ayat-ayat Al-Quran yang memiliki maksud yang sama, membahas topik yang sama, dan menyusunnya...

Hikmah

Surat Al-Muzammil adalah salah satu surat dalam Al-Qur’an yang memiliki keutamaan dan hikmah yang mendalam. Dengan judul yang berarti “Orang yang Berselimut,” surat ini...

Hikmah

Al-Qur’an, sebagai kitab suci umat Islam, tidak hanya relevan dalam konteks sejarahnya, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari yang dinamis dan beragam zaman modern. Ajaran-ajaran...