Connect with us

Hi, what are you looking for?

Hikmah

Sulaiman bin Abdul Malik: Khalifah Adil yang Menyambung Warisan Kejayaan

Monitorday.com – Setelah wafatnya Al-Walid bin Abdul Malik pada tahun 96 H (715 M), tampuk kekuasaan Dinasti Umayyah beralih kepada saudaranya, Sulaiman bin Abdul Malik. Ia mewarisi kekhalifahan yang luas, makmur, dan stabil — hasil kerja keras ayahnya, Abdul Malik bin Marwan, dan kakaknya, Al-Walid. Namun masa pemerintahannya bukan sekadar masa lanjutan dari kejayaan, melainkan periode penting yang menandai transisi menuju kepemimpinan Islam yang lebih spiritual dan berorientasi moral, terutama melalui penunjukan penerusnya yang legendaris: Umar bin Abdul Aziz.

Sulaiman bin Abdul Malik lahir di Damaskus sekitar tahun 54 H (674 M). Sebagai pangeran Umayyah, ia dididik dalam tradisi kepemimpinan dan pemerintahan. Berbeda dengan Al-Walid yang dikenal ambisius dan visioner dalam pembangunan, Sulaiman memiliki karakter yang lebih tenang, lembut, dan dermawan. Saat naik tahta, ia menghadapi tantangan besar berupa stabilitas militer di timur (wilayah Asia Tengah) dan konflik politik di Bizantium, tetapi ia menanganinya dengan kebijaksanaan dan empati yang luar biasa.

Salah satu keputusan politik paling besar Sulaiman adalah mengganti sebagian besar pejabat tinggi yang dianggap terlalu otoriter pada masa Al-Walid, lalu menggantinya dengan orang-orang yang saleh dan jujur. Ia ingin mengembalikan pemerintahan Islam ke arah yang lebih adil dan manusiawi. Ia sering berkata, “Aku ingin rakyatku merasakan keadilan sebagaimana mereka dulu merasakannya di masa para khalifah Rasyidin.”

Sulaiman juga dikenal dengan kebijakan luar negerinya yang tegas terhadap Kekaisaran Bizantium. Ia melanjutkan ekspedisi besar yang dimulai oleh Al-Walid untuk menaklukkan Konstantinopel (Istanbul sekarang). Ia mengirim pasukan besar di bawah komando Maslamah bin Abdul Malik, saudaranya sendiri, untuk mengepung ibu kota Bizantium. Walau ekspedisi itu tidak berhasil merebut kota sepenuhnya, namun kekuatan dan disiplin tentara Islam saat itu membuat Kaisar Bizantium memohon perdamaian dan membayar upeti — tanda pengakuan atas kekuatan dunia Islam di bawah Umayyah.

Namun kehebatan Sulaiman tidak hanya terlihat di medan perang. Ia juga sangat memperhatikan rakyatnya. Ia dikenal dermawan dan berhati lembut, sering membebaskan tawanan perang, menurunkan pajak bagi petani, dan memastikan zakat sampai ke rakyat kecil. Ia mengembalikan banyak harta rampasan perang kepada masyarakat, dengan alasan bahwa kekayaan itu bukan untuk keluarga kerajaan, melainkan milik umat.

Salah satu kebijakan paling monumental dari Sulaiman adalah penunjukan Umar bin Abdul Aziz sebagai penerusnya. Keputusan ini menjadi titik balik dalam sejarah Islam. Saat sakit menjelang wafat, para penasihatnya menyarankan agar ia menunjuk putranya sendiri. Namun Sulaiman menolak dan berkata, “Aku tidak ingin meninggalkan umat Muhammad kepada orang yang tidak mampu memimpin mereka dengan keadilan.” Ia lalu menulis surat wasiat yang berisi penunjukan Umar bin Abdul Aziz — sepupunya yang terkenal saleh dan bijaksana — sebagai khalifah berikutnya. Langkah ini menunjukkan kebesaran jiwa dan ketulusan iman seorang pemimpin yang mendahulukan kemaslahatan umat daripada kepentingan keluarga.

Dalam masa singkat pemerintahannya (96–99 H), Sulaiman berhasil mempertahankan kejayaan yang dibangun pendahulunya, sekaligus menanamkan kembali nilai-nilai keadilan dan empati dalam pemerintahan. Ia tidak hanya dikenal sebagai penguasa, tetapi juga penyambung antara kekuasaan dan ketaatan, antara kemegahan dan kesederhanaan.

Sulaiman wafat di wilayah Dabiq pada tahun 99 H (717 M), dalam perjalanan meninjau pasukan Islam di perbatasan Bizantium. Ia meninggal dalam keadaan sederhana, meninggalkan pesan kepada penggantinya agar memimpin dengan keadilan dan ketakwaan. Umat Islam mengenangnya sebagai khalifah yang berjiwa lembut, bijak, dan penuh kasih kepada rakyatnya.

Warisan terbesarnya bukanlah istana megah atau ekspansi besar-besaran, melainkan keputusan untuk menyerahkan kekuasaan kepada orang saleh, yang kemudian menjadikan pemerintahan Umar bin Abdul Aziz sebagai salah satu masa paling adil dan berberkah dalam sejarah Islam. Tanpa Sulaiman, dunia mungkin tidak akan mengenal keagungan kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz — sang “Khalifah Kelima.”

Advertisement. Scroll to continue reading.

Dalam sejarah Dinasti Umayyah, Sulaiman bin Abdul Malik dikenang sebagai pemimpin yang menyeimbangkan kekuasaan dengan kemanusiaan, dan kebesaran dengan keikhlasan. Ia bukan hanya penerus kejayaan, tetapi penjaga nilai-nilai Islam sejati — seorang khalifah yang menunjukkan bahwa kekuasaan tertinggi adalah kekuasaan yang digunakan untuk menebar kebaikan.

Robby Karman
Written By

Penulis, Peminat Kajian Sosial dan Keagamaan.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel terkait

Hikmah

Era digital membawa kemajuan teknologi yang luar biasa, namun juga membawa tantangan baru bagi umat Islam dalam menjaga dan meningkatkan ketakwaan. Di tengah arus...

Kajian

Metode tafsir maudhu’i, juga dikenal sebagai metode tematik, adalah cara mengumpulkan ayat-ayat Al-Quran yang memiliki maksud yang sama, membahas topik yang sama, dan menyusunnya...

Hikmah

Surat Al-Muzammil adalah salah satu surat dalam Al-Qur’an yang memiliki keutamaan dan hikmah yang mendalam. Dengan judul yang berarti “Orang yang Berselimut,” surat ini...

Hikmah

Pentingnya Rukun Iman dalam Kehidupan Sehari-Hari Dalam ajaran Islam, Rukun Iman merupakan dasar keyakinan yang harus dipahami dan diamalkan oleh setiap umat Muslim. Rukun...