Warisan kepemimpinan Abdul Malik bin Marwan tidak berhenti pada stabilitas politik yang ia bangun, tetapi meluas hingga ke bidang ekonomi, budaya, dan peradaban Islam. Ia adalah khalifah yang memadukan kekuatan politik dengan visi peradaban — membangun tatanan yang membuat dunia Islam tidak hanya kuat secara militer, tetapi juga mandiri secara ekonomi, berdaulat secara budaya, dan maju dalam ilmu pengetahuan.
Salah satu warisan paling monumental dari Abdul Malik adalah penciptaan sistem mata uang Islam. Sebelum masa pemerintahannya, umat Islam masih menggunakan dinar Romawi dan dirham Persia dengan simbol dan tulisan asing. Abdul Malik melakukan revolusi besar: ia memperkenalkan Dinar Emas dan Dirham Perak bertuliskan kalimat tauhid — “La ilaha illallah Muhammadur Rasulullah”. Langkah ini tidak hanya memperkuat ekonomi, tapi juga menjadi pernyataan tegas tentang identitas dan kedaulatan politik Islam di hadapan dunia.
Dengan dinar dan dirham itu, sistem ekonomi Islam menjadi lebih teratur dan stabil. Perdagangan antarwilayah meningkat pesat, dan masyarakat Islam tidak lagi tergantung pada kekuasaan asing. Bahkan, mata uang itu diakui dan digunakan di berbagai wilayah dunia selama berabad-abad, menjadi simbol kekuatan finansial dan kepercayaan internasional terhadap sistem Islam.
Selain kedaulatan ekonomi, Abdul Malik juga meninggalkan jejak budaya yang mendalam. Ia adalah khalifah pertama yang secara resmi menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa pemerintahan, administrasi, dan diplomasi di seluruh wilayah kekhalifahan. Langkah ini mengakhiri dominasi bahasa Yunani dan Persia, sekaligus memperkuat kesatuan identitas umat Islam. Dampaknya luar biasa: bahasa Arab berkembang pesat dan menjadi bahasa ilmu pengetahuan, filsafat, sastra, dan peradaban selama berabad-abad setelahnya.
Dalam bidang arsitektur dan seni, warisan terbesar Abdul Malik adalah Kubah Batu (Dome of the Rock) di Yerusalem. Bangunan megah ini tidak hanya menakjubkan secara visual, tetapi juga sarat makna spiritual dan politik. Kubah itu menjadi simbol kemegahan Islam, sekaligus penegasan Yerusalem sebagai bagian penting dari dunia Islam. Hingga kini, Dome of the Rock tetap menjadi ikon peradaban Islam yang paling dikenal di seluruh dunia — karya monumental yang melambangkan keindahan iman dan kekuatan identitas.
Abdul Malik juga dikenal sebagai pelopor dalam pembangunan sistem pemerintahan modern di dunia Islam. Ia menata birokrasi dengan disiplin tinggi, memperjelas wewenang pejabat, dan menciptakan sistem administrasi yang efisien. Ia memerintahkan pencatatan pajak, pembangunan jalan antarwilayah, serta penguatan militer profesional. Semua kebijakan itu menjadi pondasi bagi pemerintahan Islam yang kuat, berkelanjutan, dan terorganisir.
Namun yang membuat warisan Abdul Malik begitu berharga bukan hanya kebijakan-kebijakan besarnya, melainkan visi jangka panjangnya terhadap peradaban. Ia memahami bahwa kekuatan sejati tidak hanya diukur dari luasnya wilayah, tetapi dari kokohnya sistem dan nilai-nilai yang menopangnya. Ia menegakkan keadilan, menertibkan ekonomi, menanamkan disiplin di kalangan birokrat, dan menanamkan semangat kesatuan di tengah keberagaman umat.
Setelah wafatnya pada tahun 86 H (705 M), putra-putranya — terutama Al-Walid bin Abdul Malik dan Sulaiman bin Abdul Malik — melanjutkan visi besar itu. Di masa mereka, kekhalifahan Islam mencapai puncak kejayaan dengan ekspansi ke Spanyol (Andalusia), Afrika Utara, dan Asia Tengah. Para sejarawan sepakat bahwa semua keberhasilan itu berawal dari fondasi yang dibangun oleh Abdul Malik bin Marwan.
Warisan Abdul Malik juga terasa dalam aspek spiritual umat Islam. Ia menegakkan konsep bahwa pemerintahan Islam harus berdiri di atas keadilan, disiplin, dan tanggung jawab. Ia berkata, “Tidak ada kekuasaan tanpa keadilan, dan tidak ada keadilan tanpa rasa takut kepada Allah.” Prinsip ini menjadi etika pemerintahan Islam yang menyeimbangkan kekuatan duniawi dengan kesadaran akhirat.
Kini, lebih dari 13 abad setelah masa kepemimpinannya, pengaruh Abdul Malik bin Marwan masih bisa dirasakan. Sistem moneter Islam, penggunaan bahasa Arab global, dan semangat persatuan yang ia bangun menjadi warisan yang terus hidup. Ia bukan hanya khalifah besar dari Bani Umayyah, tetapi juga arsitek peradaban Islam awal — pemimpin yang berhasil mengubah masa krisis menjadi masa kebangkitan.
Sejarah mencatatnya sebagai sosok yang berhasil membuktikan bahwa peradaban Islam bukan hanya tentang perang dan ekspansi, tetapi tentang ilmu, budaya, dan nilai-nilai kemanusiaan. Melalui Abdul Malik bin Marwan, dunia melihat bahwa ketika iman dan visi bersatu, Islam mampu berdiri tegak sebagai cahaya bagi peradaban dunia.


























