Ibnu Hajar Al-Asqalaniy, nama yang harum dalam dunia ilmu hadis, menempuh perjalanan ilmiah yang panjang dan menakjubkan. Lahir di Kairo pada tahun 773 H (1372 M), ia tumbuh sebagai anak yatim sejak kecil. Namun, kondisi itu tidak membuatnya terpuruk. Justru dari kesendirian itulah tumbuh semangat belajar yang luar biasa, yang kelak menjadikannya sebagai Amirul Mu’minin fil Hadits — gelar tertinggi bagi ahli hadis.
Sejak muda, Ibnu Hajar telah menunjukkan kecerdasan yang luar biasa. Ia menghafal Al-Qur’an pada usia sembilan tahun dan melanjutkan dengan mempelajari ilmu bahasa, fiqih, tafsir, dan hadis. Kehausannya terhadap ilmu membuatnya belajar kepada banyak guru di Kairo, Syam, Hijaz, dan Yaman. Di antara gurunya yang paling berpengaruh adalah Al-Iraqi, seorang ahli hadis besar yang menanamkan kepadanya disiplin dalam penelitian sanad dan matan hadis.
Ibnu Hajar juga dikenal sebagai pengembara ilmu. Ia tidak puas hanya belajar di satu tempat, tetapi berpindah dari satu kota ke kota lain demi mencari guru terbaik. Dalam setiap perjalanan, ia mengumpulkan hadis, memverifikasi sanad, dan mencatat biografi para perawi. Inilah yang menjadi cikal bakal dari beberapa karya besar yang ia tulis kemudian, seperti Tahdzibut Tahdzib dan Al-Ishabah fi Tamyizis Shahabah.
Ketekunannya berbuah hasil besar. Setelah kembali ke Kairo, Ibnu Hajar menjadi salah satu ulama paling disegani di masanya. Ia diangkat menjadi Qadhi (hakim agung) Mesir dan dipercaya memimpin pengajaran hadis di berbagai madrasah besar, termasuk Al-Azhar. Dalam setiap majelisnya, ribuan penuntut ilmu duduk dengan penuh hormat mendengarkan penjelasan hadis dari lisannya yang fasih dan mendalam.
Namun, kejayaan ilmiahnya tidak membuatnya sombong. Ibnu Hajar dikenal sebagai pribadi yang rendah hati, dermawan, dan sabar. Ia menolak menggunakan ilmunya untuk kepentingan duniawi. Ketika menjadi hakim, ia tetap menjunjung tinggi keadilan dan tidak takut menegakkan kebenaran, bahkan di hadapan penguasa. Sifat inilah yang membuatnya dicintai oleh masyarakat luas dan dihormati oleh sesama ulama.
Perjalanan ilmiah Ibnu Hajar bukan hanya kisah tentang kecerdasan dan prestasi, tetapi juga tentang keteguhan hati dan keikhlasan dalam menuntut ilmu. Dari Kairo hingga Makkah, dari Syam hingga Yaman, langkah-langkahnya selalu diarahkan untuk mencari ridha Allah melalui ilmu. Tidak heran, warisannya tetap hidup hingga kini. Kitab-kitabnya menjadi rujukan di pesantren, universitas, dan majelis ilmu di seluruh dunia Islam.
Ibnu Hajar Al-Asqalaniy telah menunjukkan kepada kita bahwa ilmu tidak bisa diraih dengan kemalasan dan keinginan instan. Ia mengajarkan bahwa jalan menuju keulamaan adalah perjalanan panjang yang dipenuhi kesungguhan, pengorbanan, dan ketulusan. Dari perjalanan hidupnya, umat Islam belajar bahwa keikhlasan adalah bahan bakar utama bagi ilmu yang bermanfaat dan abadi.


























