Kisah hidup Imam At-Tirmidzi adalah cermin dari perjuangan dan pengorbanan seorang ulama besar dalam menjaga ilmu hadis. Dari kota kecil Tirmidz di Khurasan hingga ke pusat-pusat ilmu di dunia Islam, perjalanan ilmiahnya penuh semangat, disiplin, dan ketulusan demi satu tujuan: menghidupkan sunnah Rasulullah ﷺ.
Imam At-Tirmidzi lahir pada tahun 209 Hijriah (824 M) di wilayah yang kini termasuk bagian Uzbekistan. Sejak kecil, ia tumbuh di tengah keluarga yang mencintai ilmu dan agama. Kecerdasannya sudah terlihat sejak dini — ia cepat menghafal dan memahami makna hadis yang didengarnya. Tak butuh waktu lama baginya untuk dikenal sebagai anak yang luar biasa di kalangan para guru di negerinya.
Namun, At-Tirmidzi muda tidak puas hanya dengan belajar di Tirmidz. Ia mulai melakukan rihlah ilmiah, tradisi mulia para ulama untuk menuntut ilmu ke berbagai negeri. Ia berkelana ke Khurasan, Irak, Hijaz, Syam, dan Mesir, menempuh perjalanan jauh dengan tekad yang kuat.
Di Khurasan, ia berguru kepada ulama-ulama besar hadis seperti Ali bin Hujr dan Qutaibah bin Sa’id. Di Basrah dan Kufah, ia belajar kepada murid-murid Imam Ahmad bin Hanbal dan ulama yang ahli dalam ilmu sanad. Ketika tiba di Baghdad, kota pusat peradaban Islam saat itu, ia menyerap berbagai ilmu dari para muhaddits (ahli hadis) dan fuqaha (ahli fikih).
Namun, momen terpenting dalam perjalanan ilmunya adalah ketika ia bertemu dengan Imam Al-Bukhari, gurunya yang sangat ia kagumi. Pertemuan itu terjadi di Bukhara. Dari Al-Bukhari, ia belajar tentang ketelitian dalam meriwayatkan hadis dan pentingnya adab seorang penuntut ilmu. Hubungan keduanya begitu dekat, hingga Imam At-Tirmidzi sering disebut sebagai murid terdekat dan penerus metodologi Al-Bukhari.
Ia juga memiliki hubungan ilmiah dengan Imam Muslim, dan keduanya saling meriwayatkan hadis satu sama lain. Persahabatan mereka menunjukkan betapa mulianya akhlak para ulama masa itu — saling menghormati dan saling mendukung dalam menjaga sunnah Nabi ﷺ.
Setelah bertahun-tahun menuntut ilmu di berbagai negeri, Imam At-Tirmidzi kembali ke kampung halamannya di Tirmidz. Di sanalah ia mulai menyusun karya-karya besarnya, terutama kitab “Al-Jami’ Ash-Shahih” yang lebih dikenal dengan nama Sunan At-Tirmidzi.
Kitab ini menjadi hasil puncak dari seluruh perjalanan dan perjuangan ilmiahnya. Ia menghimpun ribuan hadis dari para guru yang pernah ia temui, menyeleksinya dengan sangat ketat, lalu menyusunnya berdasarkan tema fikih — dari ibadah, muamalah, akhlak, hingga adab.
Keistimewaan Sunan At-Tirmidzi bukan hanya karena kekuatan sanadnya, tetapi juga karena penjelasan dan klasifikasi hadisnya. Imam At-Tirmidzi sering menjelaskan apakah suatu hadis sahih, hasan, atau dhaif, serta mencatat perbedaan pendapat para ulama dalam memahami hadis tersebut.
Perjalanan ilmiah Imam At-Tirmidzi adalah simbol keteguhan hati seorang ulama sejati. Ia menempuh jalan panjang, meninggalkan kenyamanan hidup, dan berkorban demi satu cita-cita — agar umat Islam dapat mengenal sunnah Rasulullah ﷺ dengan ilmu yang benar dan amanah.
Imam At-Tirmidzi wafat di kota kelahirannya, Tirmidz, pada tahun 279 Hijriah (892 M), setelah mengabdikan hidupnya untuk ilmu. Namun, langkahnya di jalan ilmu tidak pernah padam. Hingga kini, jutaan penuntut ilmu di seluruh dunia masih menapaki jalan yang sama — jalan yang telah diterangi oleh perjuangannya.


























