Di antara banyak sahabat Nabi ﷺ, nama Suhaib Ar-Rumi menempati tempat istimewa di hati Rasulullah. Ia bukan hanya dikenal karena keimanannya yang kokoh, tetapi juga karena kelembutan, kedermawanan, dan kepribadiannya yang hangat. Rasulullah ﷺ mencintainya bukan karena asal-usulnya, tetapi karena ketulusan dan akhlaknya yang indah.
Suhaib lahir di wilayah Irak, namun masa kecilnya dihabiskan di negeri Romawi setelah diculik dalam perang. Karena itu, ia dikenal dengan sebutan Ar-Rumi (orang Romawi). Setelah bertahun-tahun hidup di negeri asing, ia melarikan diri ke Makkah dan memulai hidup dari nol. Ia bekerja keras hingga menjadi pedagang sukses, namun hatinya tetap haus akan kebenaran.
Ketika Islam datang, Suhaib termasuk orang-orang pertama yang menyambut dakwah Rasulullah ﷺ. Ia memeluk Islam dengan penuh keyakinan dan segera menjadi sahabat dekat Nabi. Sejak itu, Suhaib dikenal karena senyumnya yang tulus dan sifatnya yang dermawan. Rasulullah ﷺ sering tersenyum ketika melihatnya dan berkata, “Suhaib adalah orang yang paling banyak tertawa di antara kalian, namun hatinya penuh iman.”
Suhaib dikenal sangat mencintai Rasulullah ﷺ, dan cintanya dibalas dengan kasih sayang yang besar. Ketika Nabi hijrah ke Madinah, Suhaib menyusul dengan pengorbanan luar biasa — menyerahkan seluruh hartanya agar bisa bebas mengikuti Rasul. Nabi pun menyambutnya dengan gembira sambil bersabda,
“Rabiha al-bay’u, yaa Suhaib!”
“Sungguh beruntung perniagaanmu, wahai Suhaib!”
Kedekatan mereka tidak berhenti di situ. Rasulullah ﷺ sering menjadikan rumah Suhaib sebagai tempat singgah. Ia mempercayainya dalam banyak urusan dan menjadikannya bagian dari lingkaran sahabat terdekat. Bahkan setelah Rasulullah wafat, Suhaib tetap dikenal sebagai pribadi yang menjaga amanah dan semangat dakwah Nabi.
Suhaib juga memiliki akhlak yang lembut dan rendah hati. Ia selalu mendahulukan orang lain dalam hal makanan dan bantuan. Ketika ada orang miskin datang kepadanya, ia tidak pernah menolak, meskipun dirinya sedang membutuhkan. Ia sering berkata, “Jika aku memberi karena Allah, maka aku tidak pernah takut miskin.”
Ketika Umar bin Khattab wafat, Suhaib diberi kehormatan untuk menjadi imam shalat bagi kaum Muslimin selama masa transisi. Hal itu menunjukkan betapa besar rasa hormat para sahabat kepadanya.
Suhaib Ar-Rumi meninggalkan warisan yang luar biasa: ketulusan hati, kedermawanan tanpa batas, dan cinta yang dalam kepada Rasulullah ﷺ. Ia adalah bukti hidup bahwa keindahan Islam tidak mengenal batas bangsa atau warna kulit — yang Allah nilai hanyalah iman dan amal saleh.
Dari kisah Suhaib, kita belajar bahwa cinta sejati kepada Rasulullah bukan sekadar ucapan, melainkan tindakan nyata dalam meneladani akhlaknya. Dan seperti Suhaib, siapa pun yang tulus dan berkorban di jalan Allah, akan selalu dicintai oleh Rasul dan dirahmati oleh-Nya.


























