Dalam Islam, syukur mencakup tiga hal: hati yang mengakui nikmat, lisan yang memuji Allah, dan perbuatan yang menggunakan nikmat untuk kebaikan. Jadi, syukur bukan hanya diucapkan, tetapi diwujudkan dalam tindakan. Orang yang bersyukur akan menggunakan hartanya untuk menolong, ilmunya untuk mengajar, dan tenaganya untuk berbuat baik.
Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa syukur sejati adalah ketika seorang hamba menyadari bahwa semua nikmat berasal dari Allah, bukan hasil dari kehebatan dirinya. Kesadaran ini menjauhkan seseorang dari kesombongan dan membuatnya rendah hati. Ia tidak membandingkan dirinya dengan orang yang lebih kaya, tapi merenungi betapa banyak nikmat yang sudah ia terima tanpa diminta.
Syukur juga menjadi benteng dari sifat tamak dan gelisah. Dunia modern sering membuat manusia merasa kurang, padahal mereka telah memiliki banyak hal yang orang lain impikan. Maka, makna syukur yang sebenarnya adalah merdeka dari rasa tidak puas—karena hati yang bersyukur selalu menemukan cukup dalam segala keadaan.


























