Sejarah Islam penuh dengan kisah orang-orang yang mencintai Allah dengan tulus hingga mengorbankan segalanya. Salah satunya adalah kisah Rabi’ah Al-Adawiyah, seorang perempuan sufi yang hidup dalam kesederhanaan namun kaya akan cinta kepada Allah. Ia pernah berdoa, “Ya Allah, jika aku menyembah-Mu karena takut neraka, masukkan aku ke dalamnya. Jika karena mengharap surga, jauhkan aku darinya. Tapi jika aku menyembah-Mu karena cinta, jangan palingkan wajah-Mu dariku.”
Kisah lain datang dari Bilal bin Rabah, muazin Rasulullah ﷺ yang disiksa berat karena keislamannya. Namun dalam derita, ia tetap mengucap “Ahad, Ahad”—satu, satu (Allah). Cintanya kepada Allah membuatnya tegar meski tubuhnya diseret di padang pasir yang panas. Itulah bukti mahabbah sejati: cinta yang tidak goyah oleh penderitaan.
Para kekasih Allah selalu menempatkan cinta kepada-Nya di atas segalanya. Mereka hidup dengan keyakinan bahwa dunia hanyalah tempat singgah, sedangkan cinta kepada Allah adalah bekal menuju keabadian. Kisah mereka menjadi cermin bagi kita: sudah sejauh mana kita mencintai Allah dengan sungguh-sungguh?


























