Monitorday.com – Masjid Qiblatain memiliki kedudukan penting dalam sirah Nabawiyah. Ia menjadi saksi perubahan arah shalat yang menandai babak baru dalam perjalanan dakwah Rasulullah Muhammad SAW di Madinah.
Sejak Rasulullah hijrah ke Madinah, shalat masih menghadap ke Baitul Maqdis. Hal ini berlangsung lebih dari satu tahun. Namun, Rasulullah sangat merindukan Ka’bah di Makkah, rumah ibadah pertama yang dibangun Nabi Ibrahim. Beliau berdoa berulang kali agar Allah memerintahkan umat Islam menghadap ke Ka’bah.
Akhirnya, doa beliau dikabulkan. Saat Rasulullah sedang memimpin shalat Zuhur di sebuah masjid Bani Salamah, turunlah wahyu QS. Al-Baqarah ayat 144 yang memerintahkan agar kiblat dipindahkan ke Masjidil Haram. Rasulullah segera memutar arah menghadap ke selatan, dan para sahabat yang mengikuti shalat pun ikut berpaling. Masjid Bani Salamah inilah yang kemudian dikenal sebagai Masjid Qiblatain.
Peristiwa ini menandai perubahan besar dalam sejarah Islam. Ia menunjukkan bahwa umat Islam memiliki identitas tersendiri, tidak lagi mengikuti kiblat umat sebelumnya. Ka’bah dipilih sebagai pusat spiritual umat, sekaligus simbol persatuan global.
Seiring waktu, Masjid Qiblatain mengalami beberapa renovasi. Pada masa Dinasti Umayyah, Abbasiyah, hingga era modern di bawah pemerintah Saudi, masjid ini diperluas dan diperindah. Kini, Masjid Qiblatain memiliki arsitektur megah dengan dua kubah besar dan ruang shalat yang luas, mampu menampung ribuan jamaah.
Kedudukan Masjid Qiblatain dalam sirah menunjukkan betapa pentingnya arah kiblat dalam membentuk identitas umat Islam. Dengan perubahan kiblat, Islam menegaskan diri sebagai agama universal dengan pusat ibadah yang jelas.
Masjid Qiblatain hari ini bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga destinasi sejarah yang mengingatkan umat akan pentingnya ketaatan kepada perintah Allah dan keistimewaan Rasulullah sebagai pemimpin spiritual.
