Monitorday.com – Baitul Maqdis memiliki tempat khusus dalam sejarah Islam. Ia bukan sekadar kota bersejarah, tetapi juga bagian dari perjalanan spiritual Rasulullah SAW dan para sahabat. Sejak awal dakwah Islam, Baitul Maqdis telah menjadi simbol penting dalam pembentukan identitas umat.
Pada awalnya, kiblat shalat umat Islam adalah Baitul Maqdis. Selama sekitar 16-17 bulan setelah hijrah ke Madinah, Rasulullah dan para sahabat menghadap ke arah Masjid Al-Aqsa ketika shalat. Hal ini menunjukkan kesinambungan Islam dengan ajaran para nabi sebelumnya. Namun, kemudian Allah memerintahkan perubahan kiblat ke Ka’bah di Makkah (QS. Al-Baqarah: 144), sebagai tanda kemandirian umat Islam.
Baitul Maqdis juga menjadi tempat Isra’ Mi’raj. Dari Masjidil Haram, Rasulullah diisra’kan ke Masjidil Aqsa, lalu dimi’rajkan ke langit. Peristiwa ini memperkuat kedudukan Baitul Maqdis dalam Islam, karena Allah memilihnya sebagai titik penghubung antara bumi dan langit.
Pada masa Umar bin Khattab, Baitul Maqdis ditaklukkan secara damai pada tahun 638 M. Umar sendiri datang ke kota itu dan menandatangani perjanjian damai dengan penduduk setempat, menjamin kebebasan beragama bagi semua. Sejak saat itu, Baitul Maqdis menjadi bagian penting dari dunia Islam.
Selama Dinasti Umayyah, Khalifah Abdul Malik membangun Kubah Batu (Dome of the Rock) yang megah, diikuti pembangunan Masjid Al-Aqsa. Bangunan-bangunan ini hingga kini menjadi ikon Baitul Maqdis.
Namun, perjalanan Baitul Maqdis tidak selalu damai. Kota ini menjadi rebutan dalam Perang Salib antara Muslim dan Kristen. Salah satu tokoh besar Islam, Salahuddin Al-Ayyubi, berhasil merebut kembali kota ini pada tahun 1187, dan memperlakukan semua penduduk dengan adil, berbeda dengan kekejaman tentara salib sebelumnya.
Baitul Maqdis tetap menjadi simbol penting dalam sejarah Islam. Ia adalah kota yang mengingatkan umat akan perjuangan, kesabaran, dan pentingnya menjaga warisan para nabi.
