Kalau kita ngelihat dunia Islam secara global, kita bakal nemuin beragam cara beribadah dan beragama. Tapi jangan buru-buru bilang, “Wah, Islam nggak kompak nih.” Justru, keragaman itu adalah bukti luas dan dalamnya pemahaman Islam, bro.
Mazhab Itu Bukan Sekte, Tapi Jalur Ilmu
Banyak orang salah sangka, ngira mazhab itu kayak kelompok-kelompok yang saling bersaing. Padahal enggak begitu. Mazhab itu jalur pemikiran ilmiah yang dibangun berdasarkan Qur’an, hadis, dan metode ijtihad. Semacam “mazhab pemahaman”, bukan “mazhab perpecahan”.
Satu Ajaran, Banyak Pendekatan
Kita ibaratin gini: misalnya semua Muslim sepakat sholat itu wajib. Tapi ketika masuk ke detailnya—cara wudhu, posisi tangan, bacaan qunut—di situ muncul variasi. Dan itu wajar. Sama kayak orang naik gunung lewat jalur yang beda, tapi tujuannya tetap ke puncak yang sama.
Keragaman Itu Bukan Masalah, Kalau Paham Akar Ilmunya
Masalah baru muncul ketika orang cuma ikut-ikutan tanpa paham dasar mazhabnya. Jadinya gampang nge-judge orang lain, padahal belum tentu dia ngerti kenapa dia ibadahnya begitu. Padahal, kalau kita pelajari, semua mazhab itu punya dasar yang kuat dan saling menghormati.
Dulu Ulama Beda Pendapat Tapi Tetap Dekat
Imam Syafi’i itu muridnya Imam Malik, tapi juga punya pendapat berbeda dari gurunya. Imam Abu Hanifah bersahabat dengan banyak ulama, walaupun beda pandangan fikih. Mereka diskusi, debat, tapi tetap saling respek. Gaya debatnya ilmiah, bukan saling ejek di media sosial kayak zaman sekarang.
Mau Berbeda Tapi Tetap Bersatu? Bisa Banget
Kuncinya ada di adab dan ilmu. Kalau kita punya ilmu, kita tahu mana yang pokok dan mana yang cabang. Kalau punya adab, kita nggak gampang ngecap orang lain salah. Dari situ lahir persatuan yang sehat, bukan persatuan yang maksa semua orang harus seragam.
Kesimpulannya?
Islam itu kaya dan fleksibel. Mazhab-mazhab dalam Islam adalah bukti bahwa agama ini menghargai konteks, akal sehat, dan keragaman. Yang penting kita tetap bersatu dalam akidah, dan saling menghargai dalam perbedaan.
