Connect with us

Hi, what are you looking for?

Hikmah

Peran Kenabian dan Pilihan Allah atas Nabi Muhammad SAW

Menguraikan peran kenabian, keistimewaan Nabi, sejarah dakwah dari Adam hingga Muhammad SAW. Menjelaskan alasan pemilihan bangsa Arab & bahasa Arab untuk risalah universal.

RuangSujud.com – Dalam setiap lembar sejarah peradaban, peran kenabian adalah mercusuar yang menerangi jalan manusia menuju kebenaran. Syeikh Maududi, seorang ulama besar Pakistan, pernah menguraikan dengan indah bagaimana Allah SWT menganugerahi para Nabi dengan keistimewaan yang tiada tara. Mereka adalah pribadi-pribadi pilihan yang pandangannya menembus labirin persoalan pelik, mampu memahami hakikat yang luput dari jangkauan akal biasa, bahkan setelah bertahun-tahun usaha. Hati nurani yang bersih akan bersaksi atas kebenaran ajaran mereka, sebab setiap ucapan dan tindakan Nabi adalah cerminan kesucian fitrah dan kebersihan perangai, senantiasa meniti jalan kebenaran, kesucian, dan keutamaan. Tiada setitik pun cacat ditemukan dalam kemuliaan hidup mereka, melainkan seluruhnya adalah perwujudan kejujuran, ketulusan niat, cita-cita luhur, dan perikemanusiaan yang agung. Mereka tahan menderita demi kemaslahatan umat, tak pernah mencelakai orang lain demi kepentingan diri, sebuah bukti nyata bahwa mereka adalah utusan Allah yang benar, hadir untuk membimbing manusia.

Perjalanan dakwah para Nabi bermula dari Nabi Adam AS, sang manusia pertama yang diangkat Allah sebagai pembimbing umat yang masih sedikit jumlahnya. Beliau menyeru manusia untuk menyembah Allah Yang Maha Esa. Namun, seiring berjalannya waktu dan bertambahnya keturunan, sebagian manusia mulai menyimpang dari ajaran tauhid. Nafsu dan bisikan syaitan membujuk mereka menyembah pohon, patung, matahari, dan beragam sesembahan lainnya, menciptakan paham dan keyakinan yang berbeda-beda. Maha Rahman-nya Allah, Dia tak pernah membiarkan hamba-Nya tersesat tanpa arah. Nabi dan Rasul silih berganti diutus untuk mengingatkan dan membimbing, meskipun ada yang taat dan ada pula yang memilih ingkar.

Ironisnya, sepeninggal para Nabi, seringkali terjadi penyimpangan. Ajaran murni yang mereka bawa terkadang tercampur dengan hawa nafsu dan interpretasi manusia, bahkan sampai menyembah Nabi sebagai Tuhan atau anak Tuhan, seperti yang disinyalir oleh Syeikh Maududi. Kebutuhan akan agama yang utuh dan universal menjadi sangat mendesak. Agama Buddha, misalnya, meskipun tersebar luas dari Cina hingga Afghanistan, hanya mengandung prinsip-prinsip akhlak dan belum menjadi agama yang lengkap. Demikian pula agama Masehi; meski Isa Al-Masih membawa ajaran Islam yang murni, generasi setelahnya telah mencampuradukkan ajaran tersebut, menjadikannya agama yang kurang sempurna namun tetap tersebar luas. Ini mengindikasikan dahaganya dunia akan sebuah agama yang paripurna, yang mampu menjadi panduan bagi seluruh umat manusia.

Dalam kebijaksanaan-Nya yang tak terbatas, Allah kemudian memilih bangsa Arab untuk mengemban amanah kenabian sedunia melalui Nabi Muhammad SAW. Terletak strategis di persimpangan benua Asia dan Afrika, serta berdekatan dengan Eropa, tanah Arab menjadi titik awal cahaya Ilahi. Bangsa Arab sendiri memiliki sifat-sifat istimewa: gagah berani, tak gentar, dermawan, memegang janji, merdeka dalam berpikir, serta menjunjung tinggi kebebasan. Semangat membela kehormatan mengalir dalam darah mereka, dan mereka hidup sederhana, jauh dari kemewahan. Memang, pada masa itu banyak keburukan dan kemungkaran merajalela, namun penyebab utamanya tak lain adalah ketiadaan seorang Rasul dari Allah untuk membimbing mereka secara langsung.

Lebih jauh, Syeikh Maududi mengajak kita merenungkan keindahan bahasa Arab. Ia adalah bahasa yang tiada tandingannya dalam melahirkan pemikiran-pemikiran luhur, menjelaskan makna-makna ilmu ketuhanan yang halus, dan menggetarkan setiap hati. Dengan kalimat-kalimatnya yang pendek, mampu menjelaskan beragam masalah penting, bahasa Arab memiliki daya pikat dan pengaruh kuat pada jiwa manusia. Keistimewaan ini menjadi sangat vital bagi makna-makna Al-Qur’anul Karim. Sungguh, dalam kesempurnaan hikmah dan rahmat Allah yang meliputi sekalian hamba-Nya, terpilihlah tanah Arab sebagai pusat kenabian sedunia.

Di tengah bangsa Arab yang kala itu diliputi kegelapan jahiliyah, di mana pembunuhan, perampokan, minuman keras, perjudian, bahkan praktik telanjang di tempat umum adalah hal biasa, turunlah Rasulullah SAW. Masyarakatnya tak mengenal budaya tulis-menulis, perpustakaan pun tak ada. Uniknya, Rasulullah sendiri adalah seorang yang ummi (tidak bisa membaca dan menulis). Namun, adab, akhlak, tingkah laku, dan pemikiran beliau sama sekali berbeda dari kaumnya. Beliau tak pernah berdusta, tak pernah menyakiti dengan lisan maupun tangan, melainkan pribadi yang lemah lembut, pandai bergaul, dan manis tutur katanya. Siapapun yang pernah duduk bersamanya pasti akan mencintai dan terikat kasih sayang. Beliau dikenal sebagai “Al-Amin” (yang terpercaya), sebab kejujuran dan kesucian hatinya begitu agung hingga banyak kaumnya menitipkan harta berharga kepadanya. Dengan hati yang suci, cerdik dan cerdas otaknya, beliau membenci penyembahan berhala dan patung, meskipun hidup turun-temurun di antara praktik tersebut. Pada usia 40 tahun, beliau mulai mengasingkan diri dari kegelapan masyarakatnya, hingga akhirnya wahyu Ilahi turun di Gua Hira. Dari sanalah, beliau mengajak bangsanya untuk menyembah Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT, serta menyeru pada amal saleh, menjauhi pembunuhan, pelacuran, minuman keras, perjudian, dan segala hal yang diharamkan. Setiap lafazh Al-Qur’an yang diucapkannya adalah puncak kefasihan bahasa, yang tak hanya menuntun akal, tetapi juga menyentuh jiwa.

Robby Karman
Ditulis oleh

Penulis, Peminat Kajian Sosial dan Keagamaan.

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel terkait

Hikmah

Era digital membawa kemajuan teknologi yang luar biasa, namun juga membawa tantangan baru bagi umat Islam dalam menjaga dan meningkatkan ketakwaan. Di tengah arus...

Kajian

Metode tafsir maudhu’i, juga dikenal sebagai metode tematik, adalah cara mengumpulkan ayat-ayat Al-Quran yang memiliki maksud yang sama, membahas topik yang sama, dan menyusunnya...

Hikmah

Surat Al-Muzammil adalah salah satu surat dalam Al-Qur’an yang memiliki keutamaan dan hikmah yang mendalam. Dengan judul yang berarti “Orang yang Berselimut,” surat ini...

Hikmah

Al-Qur’an, sebagai kitab suci umat Islam, tidak hanya relevan dalam konteks sejarahnya, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari yang dinamis dan beragam zaman modern. Ajaran-ajaran...