Monitorday.com – Konferensi Internasional Ketiga Yayasan Amanah Al-Aqsha digelar pada 13–14 Desember 2025 di Wow Istanbul Convention Center, Turki.
Forum ini mempertemukan ulama, dai, akademisi, dan aktivis dari berbagai negara untuk membahas kondisi Masjid Al-Aqsha, Al-Quds, dan Palestina.
Konferensi menyoroti tekanan politik, normalisasi, serta krisis kemanusiaan berkepanjangan yang dihadapi Palestina.
Ketua Yayasan Amanah Al-Aqsha, Syaikh Dr. Isham Al-Basyir, menegaskan bahwa Masjid Al-Aqsha adalah hak umat Islam dan cermin jati diri umat.
Ia menyatakan bahwa ancaman terhadap Al-Quds tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga menyasar kesadaran dan identitas kolektif umat.
Imam Besar Masjid Agung Aljazair, Syaikh Muhammad Al-Ma’mun Al-Qasimi Al-Hasani, menyebut Al-Quds dan Al-Aqsha sebagai ukuran kejujuran umat.
Ia menilai sikap diam terhadap Palestina sama dengan membiarkan penghapusan sejarah dan identitas berlangsung.
Dr. Isham Al-Basyir menegaskan bahwa isu Gaza tidak dapat dipisahkan dari pembelaan terhadap Al-Quds dan Masjid Al-Aqsha.
Keteguhan rakyat Gaza disebut sebagai bukti bahwa solidaritas umat masih hidup di tengah tekanan politik.
Syaikh Muhammad Al-Hasan Wald Al-Deddo mengingatkan bahaya memisahkan isu Gaza dari Palestina dan umat Islam secara keseluruhan.
Ia menilai fragmentasi isu sebagai strategi melemahkan solidaritas dan tanggung jawab kolektif umat.
Syaikh Al-Deddo juga menekankan peran ulama sebagai penjaga tanggung jawab moral dan sosial umat sepanjang sejarah.
Dari Al-Quds, Dr. Jamal Amru menggambarkan kondisi kota suci yang dihadapkan pada pembatasan dan kebijakan represif.
Kesaksian mantan tahanan Palestina Nael Al-Barghouti menyoroti kondisi para tahanan dan pentingnya isu pembebasan mereka.
Para pembicara menegaskan bahwa konferensi harus melahirkan aksi nyata melalui advokasi, narasi, dan bantuan kemanusiaan.
Konferensi menempatkan pembelaan Al-Aqsha dalam kerangka maqashid syariah dan ukhuwah insaniyah sebagai perjuangan keadilan dan martabat manusia.


























