RuangSujud.com – Kehidupan dunia ini adalah hamparan ujian dan ladang cobaan bagi setiap jiwa. Tak ada satu pun dari kita yang luput dari sentuhan takdir, baik berupa nikmat maupun musibah. Namun, bagaimana hati ini menyikapi setiap episode yang Allah gariskan? Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, seorang ulama besar dengan kedalaman ilmu, telah menguraikan dalam kitabnya yang berharga, ‘Uddatus Shobirin wa Dzakhiratus Syakirin, bahwa setidaknya ada empat kelompok manusia dalam menghadapi musibah dan ujian hidup ini. Pemahaman akan tingkatan ini seyogianya dapat menjadi cermin bagi kita untuk mengukur kualitas keimanan dan kesabaran diri.
Golongan pertama, sungguh menyedihkan, adalah mereka yang senantiasa larut dalam keluh kesah. Ketika musibah menimpa, lisan mereka tak henti mengeluh, namun bukan kepada Dzat Yang Maha Mendengar segala keluhan, melainkan kepada sesama manusia. Mereka meratapi nasib, bahkan tak jarang melampiaskan amarah dan kekesalan atas takdir yang dirasa buruk, hingga melampaui batas kewajaran seorang hamba. Sikap ini, sayangnya, hanya akan menjauhkan simpati dan justru memperkeruh persoalan, sekaligus menunjukkan kelemahan iman, akal, dan agama yang perlu segera disikapi dengan introspeksi mendalam.
Kemudian ada golongan kedua, yakni mereka yang memilih jalur sabar. Sikap ini bukan pasif menyerah, melainkan sebuah kekuatan hati untuk menahan diri dari segala yang mengundang murka Allah Subhanahu Wata’ala. Lisan terjaga dari ucapan yang tak pantas, perbuatan pun terhindar dari perkara yang dimurkai-Nya. Seorang yang sabar dalam menghadapi musibah akan senantiasa memanjatkan doa, memohon agar Allah mengangkat atau meringankan beban, sambil tetap berikhtiar mencari jalan keluar, dan berharap pahala dari ujian yang ia alami. Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam, “Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya… Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” (HR. Muslim). Ingatlah pula, Allah tak akan membebani hamba-Nya melampaui batas kemampuannya, seperti firman-Nya dalam QS. Al-Baqarah: 286.
Lebih tinggi dari sabar, ada golongan ketiga yang mencapai derajat ridho, atau berlapang dada ketika musibah menyapa. Hati mereka penuh kesadaran bahwa segala yang terjadi adalah atas kehendak Allah semata. Bagi mereka, musibah bukanlah bencana yang perlu diratapi, melainkan bagian dari skenario Ilahi yang harus diterima dengan lapang dada. Ketenangan hati seorang yang ridho memancar, seolah musibah itu tidak pernah benar-benar menimpanya, karena mereka telah menyerahkan sepenuhnya kendali kepada Sang Pencipta, yakin bahwa di balik setiap ketetapan pasti ada hikmah yang tersembunyi.
Dan puncaknya adalah golongan keempat, mereka yang mampu bersyukur di tengah musibah. Terdengar aneh, namun bagi jiwa-jiwa yang telah mencapai makam spiritual ini, musibah adalah ‘hadiah’ yang ‘mengasyikkan’. Mereka melihatnya sebagai kesempatan emas untuk mendekatkan diri kepada Allah, menghapus dosa, atau bahkan mengangkat derajat di sisi-Nya. Di sinilah mereka “memadu kasih” dengan Tuhan, menikmati setiap detik ujian sebagai momen intim bersama-Nya. Contoh agung dari mereka adalah para nabi dan rasul, para wali Allah, dan hamba-hamba pilihan seperti Abu Qilabah Al-Jarmi, seorang tabi’in yang diuji dengan penderitaan luar biasa namun tetap teguh bersyukur. Sungguh, Allah telah berjanji, “Sungguh apabila kamu telah bersyukur, pasti akan Aku tambah nikmat kepadamu; tetapi apabila kamu kufur, adzab-Ku amatlah pedih” (QS. Ibrahim: 7).
Saudaraku seiman, setelah merenungi keempat golongan ini, marilah kita bertanya pada diri sendiri: saat ujian hidup datang menghampiri, ke golongan manakah hati ini condong? Semoga kita tak termasuk golongan pertama yang hanya mampu berkeluh kesah, yang berarti iman kita memerlukan penguatan. Minimal, marilah kita senantiasa berusaha menjadi hamba yang sabar, karena ini adalah sikap yang wajib bagi seorang mukmin. Ingatlah selalu janji Allah dalam Al-Qur’an, “Fa inna ma’al ‘ushri yusra, inna ma’al ‘ushri yusra” (Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sungguh bersama kesulitan ada kemudahan) [QS. As-Syarh: 5-6]. Semoga Allah senantiasa mengaruniakan kepada kita hati yang sabar, ridho, dan bersyukur dalam setiap episode kehidupan. Amin.


























