RuangSujud.com – Dalam setiap perjalanan meniti ilmu dan hikmah, ada sebuah permata tersembunyi yang kerap terlupakan namun memiliki kekuatan luar biasa: kerendahan hati. Ia bukan sekadar akhlak mulia, melainkan kunci pembuka gerbang keberkahan dan kemuliaan sejati. Kisah para ulama salafus shalih senantiasa mengajarkan kita bahwa derajat yang tinggi di sisi Allah dan manusia bukanlah diraih dengan kesombongan, melainkan dengan tawadhu’ yang tulus.
Salah satu teladan agung yang mewariskan mutiara kebijaksanaan ini adalah Imam Abu Yusuf, seorang murid brilian dari Imam Abu Hanifah dan salah satu pilar utama madzhab Hanafi. Dengan kedalaman ilmunya yang tak diragukan, beliau pernah bertutur sebuah pengakuan yang penuh makna, “Aku tidak duduk dalam majelis sekalipun dengan meniatkan diri bertawadhu’ (memandang bahwa orang lain lebih shalih dan pandai dari diri sendiri), kecuali aku dimuliakan dalam majelis itu. Dan aku tidak duduk dalam majelis sekalipun dengan meniatkan diri agar dimuliakan, kecuali kekuranganku akan dinampakkan.”
Ungkapan Imam Abu Yusuf ini adalah pengingat yang sangat berharga bagi setiap penuntut ilmu. Betapa tidak, tatkala hati dipenuhi kerendahan hati, kita akan lebih siap untuk menerima, mendengarkan, dan merenungkan setiap ilmu yang disampaikan. Sikap tawadhu’ ini membuka celah bagi hikmah untuk bersemayam, membuang ego yang seringkali menghalangi pemahaman, dan justru mengangkat martabat seseorang di mata sesama serta, yang terpenting, di sisi Allah SWT. Ilmu yang diperoleh dengan ketawadhu’an akan lebih berkah dan bermanfaat.
Sebaliknya, keinginan untuk dihormati, diakui kecerdasannya, atau menonjolkan diri dalam sebuah majelis justru seringkali menjadi bumerang. Sifat takabur atau kesombongan, bahkan dalam niat tersembunyi sekalipun, adalah penghalang utama bagi kemuliaan. Ia membuat seseorang terpaku pada diri sendiri, buta terhadap kebenaran dari orang lain, dan pada akhirnya, sebagaimana disaksikan Imam Abu Yusuf, justru menampakkan kekurangan dan kelemahan diri yang sebelumnya mungkin tertutupi.
Prinsip ini selaras sepenuhnya dengan ajaran Islam yang mulia. Allah Subhanahu wa Ta’ala sangat mencintai hamba-Nya yang tawadhu’ dan merendahkan diri, serta membenci sifat sombong dan membanggakan diri. Dalam banyak ayat Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah ﷺ, kita diingatkan bahwa kemuliaan sejati adalah anugerah dari Allah, bukan hasil dari upaya manusia untuk menonjolkan diri. Barangsiapa merendahkan diri karena Allah, niscaya Allah akan meninggikannya.
Maka, marilah kita jadikan teladan Imam Abu Yusuf ini sebagai cerminan dalam setiap langkah kita, khususnya dalam mencari ilmu dan berinteraksi dengan sesama. Peliharalah hati dari benih-benih kesombongan dan pupuklah kerendahan hati yang tulus. Sebab, hakikat kemuliaan bukanlah seberapa tinggi kita dipandang manusia, melainkan seberapa besar kerendahan hati kita di hadapan Sang Pencipta. Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita menjadi hamba-hamba-Nya yang tawadhu’ dan senantiasa meraih keberkahan dalam setiap ilmu yang kita damba.


























