Connect with us

Hi, what are you looking for?

Hikmah

Ikhlas dan Ittiba’: Pilar Utama Ibadah Diterima Allah

Artikel ini membahas pentingnya keikhlasan (ikhlas) dan mengikuti tuntunan Nabi (ittiba’) sebagai syarat ibadah diterima. Waspada riya’ akibat media sosial, yang dapat membatalkan pahala.

RuangSujud.com – Dalam setiap langkah ibadah yang kita tuju, hati adalah pilar utamanya. Ia adalah mihrab tempat niat bersemayam, yang akan menentukan apakah amalan kita terangkat tinggi ke haribaan Ilahi, ataukah hanya berputar di bumi tanpa makna. Ikhlas, itulah permata termahal dalam mahkota ketaatan seorang hamba, sebuah keikhlasan murni yang hanya mengharapkan ridha Allah semata. Tanpa keikhlasan ini, setiap peluh, setiap sujud, dan setiap doa dikhawatirkan akan menjadi sia-sia belaka, laksana debu yang diterbangkan angin kencang.

Namun, jalan menuju keikhlasan seringkali berliku dan penuh godaan. Setan, musuh nyata bagi manusia, senantiasa mencari celah untuk memalingkan hati dari tujuan murni ini. Salah satu pintu tipu dayanya yang paling halus dan kerap tak disadari di era modern adalah melalui media sosial. Sebuah niat mulia untuk beribadah bisa tercemari oleh keinginan agar orang lain mengetahui dan memuji, menjadikan status atau unggahan kita sebagai ajang untuk ‘pamer’ amal. Inilah gejala yang seringkali membuat hati miris, ketika ibadah yang seharusnya menjadi rahasia indah antara hamba dan Penciptanya, justru sengaja dibentangkan di hadapan khalayak ramai.

Fenomena ini adalah cikal bakal riya’, sebuah penyakit hati yang sangat berbahaya. Riya’ adalah tindakan melakukan suatu amalan agar dilihat dan dipuji manusia, sedangkan sum’ah adalah melakukan amalan agar didengar dan menjadi buah bibir. Kedua penyakit ini secara halus meruntuhkan pahala, bahkan bisa menjangkiti siapa saja, tak terkecuali para ahli ilmu atau mereka yang tekun beribadah. Begitu dahsyatnya bahaya riya’, hingga Rasulullah ﷺ pun mengkhawatirkannya sebagai ‘syirik kecil’ yang paling beliau takuti menimpa umatnya, sebuah peringatan keras bagi setiap muslim untuk senantiasa menjaga hati.

Memang, menjaga keikhlasan adalah perjuangan yang tak mudah. Fitnah duniawi, keinginan untuk diakui, dan kebanggaan diri seringkali membisiki hati agar condong kepada pujian manusia. Namun, hakikat ikhlas adalah hanya mengharap pahala dari Allah, bukan karena gengsi, bukan karena mengharap perhatian, apalagi pujian dari sesama manusia. Maka, marilah kita bertanya pada diri sendiri: sudahkah setiap ibadah kita murni karena Allah? Jangan sampai amal yang telah kita lakukan dengan susah payah justru tak berbuah pahala karena tercemar oleh niat yang keliru. Urusan niat memang bukan perkara yang ringan.

Oleh karena itu, amalan yang tersembunyi, yang hanya diketahui oleh kita dan Allah, seringkali menjadi lebih baik dan lebih selamat dari godaan riya’. Berusaha menutup pintu-pintu riya’ adalah anjuran yang kuat, kecuali jika memang ada kemaslahatan besar yang diharapkan dari amal yang terlihat. Sesungguhnya, Allah Maha Mencintai hamba-Nya yang menyembunyikan amalnya dan hanya mengharapkan ridha-Nya. Penting pula untuk diingat, bahwa tujuan kita adalah mengoreksi diri sendiri, bukan menuduh atau menghakimi orang lain atas niat mereka, karena keikhlasan adalah rahasia hati yang hanya Allah yang mengetahuinya.

Selain ikhlas, ada syarat fundamental lain agar ibadah seorang hamba diterima dan dianugerahi pahala oleh Allah, yaitu ittiba’ atau mengikuti tuntunan Rasulullah ﷺ. Setiap ibadah yang kita lakukan haruslah sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh beliau. Amalan yang diadakan secara baru, yang tidak pernah diajarkan atau dicontohkan oleh Nabi Muhammad ﷺ, meskipun dilakukan dengan niat yang sangat ikhlas, akan tertolak. Sebab, Allah telah memerintahkan kita untuk senantiasa menjadikan Rasulullah ﷺ sebagai teladan terbaik dalam segala hal. Semoga kita senantiasa dikaruniai keikhlasan dan keteguhan untuk mengikuti sunnah Nabi, demi meraih keberkahan di dunia dan akhirat.”

}

Robby Karman
Ditulis oleh

Penulis, Peminat Kajian Sosial dan Keagamaan.

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel terkait

Hikmah

Era digital membawa kemajuan teknologi yang luar biasa, namun juga membawa tantangan baru bagi umat Islam dalam menjaga dan meningkatkan ketakwaan. Di tengah arus...

Kajian

Metode tafsir maudhu’i, juga dikenal sebagai metode tematik, adalah cara mengumpulkan ayat-ayat Al-Quran yang memiliki maksud yang sama, membahas topik yang sama, dan menyusunnya...

Hikmah

Surat Al-Muzammil adalah salah satu surat dalam Al-Qur’an yang memiliki keutamaan dan hikmah yang mendalam. Dengan judul yang berarti “Orang yang Berselimut,” surat ini...

Hikmah

Al-Qur’an, sebagai kitab suci umat Islam, tidak hanya relevan dalam konteks sejarahnya, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari yang dinamis dan beragam zaman modern. Ajaran-ajaran...