Monitorday.com – Ketika sejarah menuliskan nama-nama besar dari Dinasti Abbasiyah, Al-Ma’mun bin Harun ar-Rasyid menempati tempat istimewa — bukan karena kekuasaannya yang luas, tetapi karena kecerdasannya, kecintaannya pada ilmu, dan warisannya dalam dunia intelektual Islam. Ia dikenal bukan sekadar sebagai khalifah, tetapi sebagai pelindung ulama, ilmuwan, dan filsuf, yang menjadikan Baghdad sebagai mercusuar peradaban dunia.
Nama lengkapnya adalah Abdullah al-Ma’mun ibn Harun ar-Rasyid, lahir pada tahun 170 H (786 M), tahun yang sama dengan kelahiran kakaknya, Al-Amin. Namun, keduanya berbeda nasib dan karakter. Jika Al-Amin tumbuh di tengah kemewahan istana Baghdad bersama ibunya, Zubaidah, maka Al-Ma’mun dibesarkan di lingkungan ilmiah Khurasan oleh ibunya yang berasal dari Persia, Marajil. Perbedaan latar inilah yang membentuk watak dan cara berpikirnya.
Sejak muda, Al-Ma’mun menunjukkan kecerdasan luar biasa dan rasa ingin tahu yang tinggi. Ia gemar membaca, berdiskusi dengan para ulama, dan mempelajari berbagai bidang ilmu — mulai dari tafsir, hadis, fikih, filsafat, matematika, hingga astronomi. Guru-gurunya adalah tokoh-tokoh besar seperti Yahya bin Khalid al-Barmaki, wazir cendekia yang juga pernah membimbing ayahnya.
Ketika perang saudara pecah antara dirinya dan saudaranya, Al-Amin, Al-Ma’mun justru tampil bukan hanya sebagai panglima politik, tapi juga sebagai sosok rasional yang sabar. Setelah kemenangan di tahun 198 H (813 M), ia naik takhta sebagai khalifah ketujuh Dinasti Abbasiyah. Namun, yang menarik adalah: ia tidak memerintah dengan pedang, melainkan dengan pena.
Begitu menjadi khalifah, Al-Ma’mun memusatkan perhatiannya pada ilmu pengetahuan dan kebijakan intelektual. Ia percaya bahwa kejayaan Islam hanya bisa bertahan jika dibangun di atas fondasi ilmu. Ia memulai reformasi besar-besaran di bidang pendidikan, ilmu, dan kebudayaan.
Langkah pertamanya adalah memperluas Baitul Hikmah (House of Wisdom) — lembaga ilmu yang dirintis oleh ayahnya, Harun ar-Rasyid. Di tangan Al-Ma’mun, Baitul Hikmah bukan sekadar perpustakaan, tapi juga menjadi universitas, pusat penelitian, dan akademi penerjemahan terbesar di dunia. Ia mendatangkan ilmuwan dari berbagai bangsa — Arab, Persia, India, Yunani, dan bahkan Kristen — untuk bekerja sama menerjemahkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
Ia mengirim utusan ke Konstantinopel dan Alexandria untuk mencari naskah-naskah ilmiah kuno yang hilang. Buku-buku karya Aristoteles, Euclid, Galen, dan Ptolemaeus diterjemahkan ke bahasa Arab. Dari sinilah, peradaban Islam menjadi pewaris dan penerus peradaban Yunani, tetapi dengan ruh Islam yang menekankan keesaan Allah dan keseimbangan antara akal dan wahyu.
Di masa pemerintahannya, ilmu berkembang pesat. Astronomi dan matematika mencapai puncaknya. Al-Ma’mun mendirikan observatorium pertama di dunia Islam di Baghdad dan Damaskus. Para ilmuwan seperti Al-Khawarizmi, Al-Farghani, dan Yahya bin Abi Manshur mempelajari pergerakan bintang dan menghitung keliling bumi dengan ketelitian luar biasa. Dalam catatan sejarah, Al-Ma’mun bahkan mengirim tim ilmuwan ke padang pasir Syam untuk melakukan eksperimen geodesi — hal yang baru dilakukan di dunia saat itu.
Selain ilmu eksakta, Al-Ma’mun juga memajukan filsafat dan teologi. Ia membuka ruang dialog antara berbagai aliran pemikiran Islam dan non-Islam, termasuk antara ulama Ahlus Sunnah, Mu’tazilah, dan bahkan filsuf Yunani. Baginya, akal adalah karunia Allah yang harus digunakan untuk memahami wahyu.
Namun, di sinilah muncul sisi kontroversialnya. Al-Ma’mun dikenal mendorong pemikiran rasional dalam agama, terutama ajaran Mu’tazilah yang menekankan peran akal dalam memahami Al-Qur’an. Ia bahkan memerintahkan penerapan Mihnah — ujian intelektual bagi ulama, untuk menegaskan keyakinan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk, bukan kalam Allah yang qadim. Kebijakan ini menuai penentangan dari ulama tradisional seperti Imam Ahmad bin Hanbal, yang tetap teguh menolak.
Meski kontroversial, kebijakan ini menunjukkan komitmen Al-Ma’mun terhadap kebebasan berpikir dan pencarian kebenaran. Ia percaya bahwa kebenaran tidak boleh dibatasi oleh taklid, dan ilmu harus berkembang dengan ijtihad dan penelitian. Karena itulah, di masa pemerintahannya, dunia Islam mencapai kemajuan besar dalam sains, kedokteran, filsafat, dan astronomi — jauh mendahului Eropa pada masa itu.
Selain bidang ilmu, Al-Ma’mun juga dikenal sebagai pemimpin yang adil dan sederhana. Ia sering berjalan di pasar Baghdad, mendengarkan langsung keluhan rakyat, dan menegur pejabat yang berbuat zalim. Ia pernah berkata:
> “Kekuasaan sejati bukan di atas rakyat, tetapi di dalam hati rakyat.”
Dalam satu kisah terkenal, ia menolak hidup mewah dan berkata kepada wazirnya:
> “Aku malu kepada Allah jika tidur di istana yang megah sementara masih ada rakyat yang kelaparan di luar tembok ini.”
Secara politik, Al-Ma’mun berhasil menyatukan kembali kekhalifahan setelah perang saudara yang memecah Abbasiyah. Ia memperkuat pemerintahan pusat, memperbaiki keuangan negara, dan memperluas hubungan diplomatik hingga Bizantium dan India. Ia bahkan dikenal sebagai khalifah yang berani mengirim surat kepada Kaisar Romawi Timur, menantangnya dalam ilmu pengetahuan dan keadilan, bukan perang.
Namun, di balik segala kemuliaannya, Al-Ma’mun wafat secara mendadak pada tahun 218 H (833 M) di kota Tarsus, saat memimpin ekspedisi militer ke Bizantium. Ia wafat dalam keadaan sederhana — di tenda pasukannya, bukan di istana — dan dikebumikan di tempat ia meninggal.
Warisan Al-Ma’mun tidak berupa istana atau harta, tetapi peradaban ilmu yang abadi. Dari tangannya, lahir generasi ilmuwan dan cendekiawan yang menerangi dunia selama berabad-abad.
Para sejarawan sepakat bahwa masa Al-Ma’mun adalah puncak intelektual Dinasti Abbasiyah. Ia menjadikan ilmu sebagai poros peradaban dan menjadikan akal sebagai jembatan menuju iman. Ia adalah bukti nyata bahwa Islam bukan hanya agama spiritual, tapi juga peradaban akal, etika, dan pengetahuan.
> “Jika Harun ar-Rasyid adalah simbol kemegahan Islam,” tulis sejarawan Philip Hitti,
“maka Al-Ma’mun adalah simbol kejeniusannya.”


























