Monitorday.com – Imam Malik bin Anas adalah salah satu sosok terpenting dalam sejarah pengumpulan dan penjagaan hadis Rasulullah ﷺ. Di masa ketika banyak orang mulai berdebat dan mengeluarkan pendapat pribadi tentang hukum agama, Imam Malik tetap teguh berpegang pada sunnah Nabi dan amalan penduduk Madinah, yang menurutnya merupakan warisan hidup dari Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya.
Sejak muda, Imam Malik sudah menunjukkan kecintaannya pada hadis. Ia belajar kepada lebih dari 900 guru, dan di antara mereka ada 70 tabi’in — generasi yang langsung belajar dari para sahabat Nabi. Ia tidak hanya menghafal ribuan hadis, tetapi juga meneliti sanad dan memastikan kebenaran riwayatnya dengan teliti.
Karena kehati-hatiannya, ia dikenal sebagai ulama yang tidak pernah tergesa-gesa memberikan fatwa. Bila seseorang datang bertanya, ia akan berkata, “Tunggulah, aku akan menelitinya dulu.” Baginya, menyampaikan satu hadis Nabi ﷺ dengan benar lebih berat nilainya daripada dunia dan seisinya.
Buah dari ketekunan itu adalah karya besarnya, “Al-Muwaththa’”, yang ia susun selama lebih dari 40 tahun. Kitab ini bukan hanya kumpulan hadis, tapi juga panduan fikih praktis yang disusun berdasarkan amalan masyarakat Madinah. Imam Syafi’i bahkan berkata,
> “Tidak ada kitab di muka bumi ini setelah Kitabullah yang lebih sahih daripada Al-Muwaththa’ karya Imam Malik.”
Setiap kali hendak membaca atau mengajar hadis, Imam Malik selalu berwudhu terlebih dahulu, memakai pakaian terbaik, dan memakai minyak wangi. Ketika muridnya bertanya mengapa, beliau menjawab,
> “Aku ingin memuliakan hadis Rasulullah ﷺ, sebagaimana aku memuliakan beliau seandainya masih hidup di hadapanku.”
Ia juga tidak segan menolak hadis yang sanadnya lemah atau perawi-nya diragukan. Ketegasannya ini membuat ilmu hadis tetap murni dan terjaga dari riwayat palsu.
Dalam kehidupannya, Imam Malik tidak pernah menjadikan ilmu sebagai alat mencari dunia. Ia menolak hadiah dari penguasa bila khawatir mengganggu independensinya dalam menyampaikan kebenaran. Ia hanya mengajar karena Allah, dan tidak pernah menulis satu huruf pun tanpa niat ibadah.
Kegigihan Imam Malik dalam menjaga hadis Rasulullah ﷺ menjadi bukti betapa besar cintanya kepada Nabi. Ia bukan hanya meriwayatkan hadis, tapi juga menghidupkannya dalam perilaku dan akhlaknya.
Dari perjuangan Imam Malik, kita belajar bahwa menjaga ilmu agama bukan hanya tentang kecerdasan, tapi juga tentang adab, kejujuran, dan rasa hormat kepada sumber ilmu. Karena itulah, namanya tetap harum di hati para penuntut ilmu hingga hari ini.
