RuangSujud.com – Setiap tahun, bulan Rabiul Awwal membawa serta semilir rindu akan sosok agung, Nabi Muhammad SAW. Peringatan Maulid Nabi, yang telah menjadi tradisi keagamaan di tanah air bahkan ditetapkan sebagai hari libur nasional, bukan sekadar momen perayaan kelahiran seorang manusia istimewa, namun lebih dari itu, ia adalah panggilan untuk kembali merenungi jejak langkah beliau. Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern, mari kita gali bersama hikmah dan teladan dari lembaran-lembaran sirah Nabi yang mulia, khususnya dimensi yang sering terlupakan, namun sangat relevan bagi umat.
Sesungguhnya, peringatan Maulid Nabi adalah jembatan spiritual yang mengantarkan kita pada pemahaman utuh tentang Rasulullah SAW. Beliau bukanlah sosok yang hanya berhasil dalam berdakwah dan memimpin umat, melainkan juga teladan paripurna dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dunia usaha. Sirah beliau adalah cerminan model hidup yang dikehendaki Allah SWT, sebuah peta jalan bagi setiap muslim sejati. Oleh karenanya, momentum ini mengajak kita untuk menelaah secara mendalam bagaimana beliau, sang pembawa risalah perdamaian, juga adalah seorang saudagar ulung yang sukses mengelola perniagaan.
Perjalanan bisnis Nabi Muhammad SAW bukanlah kisah singkat. Dimulai sejak usia dua belas tahun, beliau telah dibimbing pamannya, Abu Thalib, dalam ekspedisi dagang ke Syam. Pengalaman berharga ini menjadi fondasi kuat saat beliau merintis usaha kecil di Mekah. Dengan kejujuran yang tiada tara, Muhammad muda segera dikenal sebagai “Al-Amin,” sosok yang dapat dipercaya. Kredibilitas ini menarik para investor, bahkan Siti Khadijah, seorang saudagar wanita terkemuka, mempercayakan modalnya kepada beliau dengan skema bagi hasil yang adil. Inilah cikal bakal kesuksesan yang kelak mengantar beliau menjadi pemilik dan pengelola bisnis yang makmur.
Pernikahan beliau dengan Khadijah pada usia 25 tahun, seorang pengusaha sukses, semakin memperluas jangkauan dan modal usaha. Nabi Muhammad SAW tak hanya pandai menjaga kepercayaan, namun juga piawai dalam mengembangkan jaringan bisnis. Beliau secara rutin menjelajahi pusat-pusat perdagangan di Jazirah Arab, mulai dari Yaman, Syam, hingga kota-kota lainnya, menjalin hubungan baik dengan pelanggan dan mitra. Sebelum masa kenabian, pada usia 38 tahun, beliau telah mencapai kemapanan finansial, membuktikan bahwa seorang Muslim sejati dapat meraih kesuksesan dunia tanpa melupakan nilai-nilai akhirat.
Kisah kesuksesan bisnis Rasulullah SAW ini seringkali luput dari pembahasan, padahal ia adalah inspirasi berharga. Beliau bukan sosok yang identik dengan kemiskinan, melainkan teladan seorang pebisnis yang jujur, profesional, dan visioner. Momentum Maulid Nabi ini seharusnya menjadi pendorong bagi generasi muda Muslim untuk meneladani etos kewirausahaan beliau. Membangun umat yang kuat secara ekonomi, mandiri, dan berdaya saing adalah bagian dari misi kenabian, sebagaimana dicontohkan oleh tokoh-tokoh agama sekaligus pengusaha di masa lalu, seperti K.H. Ahmad Dahlan dengan usaha batiknya, atau Syarikat Dagang Islam.
Data menunjukkan bahwa jumlah wirausahawan di Indonesia masih relatif rendah dibandingkan negara maju. Jika kita mendambakan kemandirian dan kekuatan ekonomi umat, maka menumbuhkan semangat kewirausahaan adalah sebuah keniscayaan. Marilah kita jadikan peringatan Maulid Nabi sebagai ajang untuk mengkampanyekan pentingnya berwirausaha dengan etika Islami, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian, kita turut berkontribusi dalam mengatasi persoalan kemiskinan dan pengangguran, demi terwujudnya masyarakat yang makmur dan berkah, lahir dan batin.


























