Monitorday.com – Dalam ajaran Islam, cobaan dan ujian hidup dipandang sebagai bagian tak terpisahkan dari perjalanan spiritual seorang hamba. Pandangan ini menyoroti bahwa setiap kesulitan yang menimpa umat manusia, dari kesengsaraan pribadi hingga bencana alam, memiliki tujuan ilahi untuk membentuk dan memurnikan jiwa.
Konsep ini juga mengingatkan pada kecenderungan manusia untuk merespons ujian secara beragam; ada yang menjadikannya sebagai sarana introspeksi dan mendekatkan diri kepada Tuhan, namun tak sedikit pula yang hanya mencari pertolongan saat terdesak, lalu kembali melupakan saat kemudahan datang.
Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, “Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa.”
Fenomena manusia yang hanya mengingat Tuhan saat terdesak, namun melupakan-Nya saat lapang, juga diabadikan dalam Al-Qur’an. Allah Ta’ala berfirman dalam Surat Yunus [10] ayat 12: “Dan apabila manusia ditimpa bahaya, dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk, atau berdiri. Tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu darinya, dia kembali (ke jalan yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang yang melampaui batas apa yang mereka kerjakan.”
Oleh karena itu, dalam menghadapi takdir, baik yang menyenangkan maupun yang terasa pahit, seorang mukmin diajarkan untuk senantiasa berprasangka baik kepada Allah Ta’ala. Ketika dianugerahi kenikmatan, bersyukur adalah wujud ketaatan, sementara saat ditimpa musibah, kesabaran menjadi kunci agar hati dan lisan tetap terjaga dari keluh kesah.
Kesabaran dalam menghadapi cobaan telah dicontohkan secara sempurna oleh para Nabi, salah satunya adalah Nabi Ayyub AS. Meskipun diuji dengan kehilangan kesehatan, harta, dan keturunan selama bertahun-tahun, beliau tetap teguh dalam keimanannya, menunjukkan bahwa iman yang kokoh adalah fondasi utama untuk menghadapi segala ujian hidup.


























