Ruang Sujud

Penyakit Hati: Ujub dan Sombong, Cara Menyembuhkannya

RuangSujud.com – Hati, sebuah anugerah tak ternilai dari Ilahi, adalah mahligai iman dan taman kearifan. Namun, ia juga laksana sebuah wadah yang senantiasa perlu dijaga dan disucikan. Tanpa pengelolaan yang baik, hati dapat terserang berbagai penyakit yang menggerogoti cahaya keimanan, bahkan menjerumuskan pada kesesatan yang nyata. Ilmu adalah pelita penerang jalan, yang membimbing kita untuk mengenali mana yang baik dan buruk dalam hati, agar senantiasa berada di jalan yang lurus dan mendapatkan rida-Nya.nnDi antara penyakit hati yang paling berbahaya dan licik adalah ujub (bangga diri) dan kibr (sombong). Dua sifat tercela ini bukan sekadar karakter buruk biasa, melainkan racun yang mampu membatalkan amalan dan menutup pintu kebenaran. Iblis, sang musuh nyata umat manusia, tak pernah berputus asa membisikkan tipu daya. Ia berusaha keras agar ibadah yang kita lakukan menjadi sia-sia, bahkan berbalik menjadi bumerang, hanya karena hati terkotori oleh rasa bangga atas diri sendiri dan merasa lebih mulia dari orang lain.nnKisah Iblis adalah peringatan abadi bagi kita semua. Meskipun telah beribadah ribuan tahun, kesombongannya karena merasa lebih mulia dari Adam AS, menjadikannya makhluk yang dilaknat dan diusir dari surga. Ini menunjukkan betapa ujub dan kibr adalah inti dari penolakan terhadap kebenaran dan peremehan terhadap sesama, sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW. Ironisnya, penyakit ini kerap kali menghinggapi mereka yang berilmu, pemimpin, atau para da’i. Mereka merasa telah mencapai puncak, sehingga sulit menerima nasihat dan masukan, padahal ilmu adalah samudera tak bertepi yang tak pernah usai digali.nnFenomena ‘ulama karbitan’ atau penceramah instan adalah contoh nyata ketika ilmu dicari bukan karena Allah, melainkan untuk meraih popularitas, jabatan, atau harta. Setan, dengan segala kelicikannya, membisikkan mimpi-mimpi indah tentang menjadi ‘alim dalam waktu singkat, tanpa perlu melalui proses belajar yang mendalam. Akibatnya, ilmu yang dangkal tidak mampu membersihkan hati, justru malah menjadi pupuk bagi tumbuhnya ujub dan kibr. Sebagaimana pesan Imam al-Ghazali, “orang bodoh adalah orang yang merasa dirinya paling pintar,” karena hatinya telah ternoda sejak awal niatnya.nnLantas, bagaimana menyembuhkan hati dari ujub dan kibr yang begitu merusak ini? Kuncinya terletak pada penggabungan ilmu dan amal, serta kesadaran mendalam akan hakikat diri dan keagungan Allah SWT (ma’rifatullah). Kita adalah makhluk yang hina, berasal dari setetes air yang rendah, tidak memiliki apa-apa saat lahir, dan lemah. Segala kepandaian dan ilmu yang dimiliki semata-mata adalah karunia dari Allah. Hanya Dialah yang berhak sombong dan agung. Dengan memahami ini, beban tanggung jawab seorang berilmu di hadapan Allah akan terasa lebih berat, mengingatkan bahwa kesombongan adalah perampasan hak Ilahi.nnUntuk mengobati penyakit hati ini, kita perlu melatih diri dengan tawadhu’ (kerendahan hati) dalam setiap aspek kehidupan. Teladan Rasulullah SAW yang mulia, meski beliau adalah manusia paling agung, senantiasa bergaul dan makan bersama kaum fakir miskin, menunjukkan esensi dari tawadhu’. Para ulama salaf pun melatih diri dengan berinteraksi bersama masyarakat biasa, meski mereka dihormati. Membiasakan diri dengan kesederhanaan, keterbukaan menerima kebenaran dari siapa pun, dan kerelaan untuk merakyat akan melunturkan sifat sombong. Hanya dengan hati yang tawadhu’, kita dapat benar-benar mendekatkan diri kepada-Nya dan terhindar dari godaan setan yang menyesatkan, meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.”

 

Exit mobile version