Ruang Sujud

Meneladani Nabi: Ikhtiar Rezeki Halal dan Berkah

RuangSujud.com – Dalam setiap detak kehidupan, manusia senantiasa berupaya untuk bertahan dan meraih keberkahan. Bekerja, sejatinya bukanlah sekadar mencari nafkah demi kelangsungan hidup semata, melainkan sebuah ikhtiar mulia yang telah dicontohkan oleh para utusan Allah, para Nabi dan Rasul, sejak zaman dahulu kala. Mereka adalah teladan sempurna yang mengajarkan kita bahwa setiap tetes keringat yang jatuh dalam rangka mencari rezeki halal adalah bagian dari ibadah, sebuah jembatan menuju ridha Illahi. Mari kita selami lebih dalam, inspirasi apa yang dapat kita petik dari jejak langkah mulia mereka dalam mengais rezeki.

Pernah suatu ketika, para sahabat bertanya kepada Rasulullah ﷺ, “Wahai Rasulullah ﷺ, mata pencarian (kasb) apakah yang paling baik?” Beliau menjawab dengan lugas, “Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur (diberkahi).” (HR. Ahmad). Jawaban ini mengandung hikmah mendalam: tujuan utama kita dalam mencari rezeki bukanlah semata-mata kuantitas harta, melainkan keberkahan yang menyelimutinya. Sebagaimana dijelaskan oleh Syeikh ‘Abdullah bin Sholih Al Fauzan, keberkahanlah yang menjadikan harta itu baik dan mendatangkan kemaslahatan, bukan hanya sekadar banyak.

Para Nabi dan Rasul, meski memiliki kedudukan yang agung dan mulia di sisi Allah, tidak lantas berlepas diri dari tanggung jawab duniawi. Mereka adalah manusia biasa dengan segala fitrah kemanusiaannya (al-A’raadh al-Basyariyyah), termasuk kebutuhan untuk bekerja dan mencari nafkah. Hadis riwayat Al-Bukhari menguatkan hal ini: “Tidaklah seorang (hamba) memakan makanan yang lebih baik dari hasil usaha tangannya (sendiri), dan sungguh Nabi Dawud ‘alaihissalam makan dari hasil usaha tangannya (sendiri).” Ini menegaskan bahwa kerja keras dan kemandirian adalah nilai luhur yang telah mereka teladankan, menunjukkan bahwa pekerjaan adalah martabat, bukan kehinaan.

Sejarah mencatat beragam profesi yang dijalani oleh para Nabi, membuktikan bahwa setiap pekerjaan yang halal dan bermanfaat memiliki nilai di mata Allah. Syeikh Nawawi al-Bantani, menukil dari Ahmad As-Suhaimi, menyebutkan bahwa Nabi Adam adalah petani pertama di muka bumi. Nabi Idris dikenal sebagai penjahit, Nabi Nuh dan Nabi Zakaria sebagai tukang mebel, Nabi Ibrahim penjual aneka pakaian, Nabi Musa seorang penulis dan penggembala, Nabi Daud sebagai tukang besi, dan Nabi Sulaiman menganyam daun kurma. Bahkan Nabi Muhammad ﷺ sendiri pernah menggembala kambing dan menjadi pedagang yang jujur, menjual barang milik Sayyidah Khadijah radhiyallahu ‘anha.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an, “Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al-Mulk: 15). Ayat ini adalah perintah sekaligus anjuran untuk menjelajahi bumi, berusaha, dan mencari rezeki yang telah Allah sediakan. Jejak para Nabi adalah bukti nyata bagaimana mereka menaati perintah ini dengan penuh tawakal dan ikhtiar. Bahkan dalam berdagang, Rasulullah ﷺ menunjukkan akhlak mulia dengan menolak tawaran untuk dibawakan barang dagangannya, seraya bersabda, “Pemilik barang lebih utama membawa barangnya.”

Dari beragam profesi mulia yang telah diemban para Nabi, kita belajar bahwa keberkahan rezeki tidak tergantung pada jenis pekerjaan, melainkan pada kehalalannya, kejujurannya, dan niat di baliknya. Setiap usaha yang dilakukan dengan tangan sendiri, dengan integritas, dan semata-mata untuk mencari ridha Allah, akan menjadi jalan menuju kebaikan dan keberkahan. Semoga kita semua dapat meneladani semangat kerja keras, kejujuran, dan kesederhanaan para Nabi, menjadikan setiap profesi kita sebagai ladang amal dan sumber keberkahan yang tak terhingga.

Exit mobile version