Ruang Sujud

Kesatuan Risalah Kenabian: Dari Adam hingga Muhammad

RuangSujud.com – Pernahkah terlintas dalam benak kita, sebuah benang merah spiritual yang mengikat seluruh utusan ilahi sepanjang sejarah manusia? Sebuah panggilan universal yang menembus batas waktu dan peradaban, dari nabi pertama hingga nabi terakhir? Jawabannya terhampar jelas dalam ajaran suci, bahwa esensi setiap risalah kenabian adalah satu: mengesakan Allah SWT, tunduk patuh pada kehendak-Nya, dan menyeru umat manusia kepada jalan ketauhidan yang murni. Inilah hakikat ‘Islam’ dalam makna asalnya, yaitu penyerahan diri secara total kepada Sang Pencipta semesta alam.

Al-Qur’an Al-Karim dengan gamblang menyingkap rahasia ini, menerangkan bahwa agama para rasul sebelum Nabi Muhammad ﷺ adalah Islam, dalam pengertian fundamental tunduk dan patuh kepada semua perintah Allah Subhanahu Wata’ala. Setiap nabi dan rasul diutus dengan misi suci yang sama: mengajak umatnya untuk mengabdikan diri sepenuhnya kepada Allah SWT semata, dan menjauhi segala bentuk kemusyrikan. Mereka semua adalah lentera-lentera penerang di zamannya masing-masing, membimbing manusia menuju cahaya kebenaran, menanamkan benih iman yang kokoh dalam hati sanubari.

Meskipun inti risalahnya sama, syariat atau hukum-hukum yang dibawa oleh setiap rasul disesuaikan dengan zaman dan kondisi masyarakatnya kala itu. Ibarat sungai yang mengalir, ia beradaptasi dengan kontur tanah yang dilaluinya, namun sumber airnya tetap sama. Hingga tiba masanya Allah SWT mengutus Nabi Muhammad ﷺ sebagai penyempurna dan penutup bagi seluruh syariat para nabi sebelumnya. Ajaran beliau hadir sebagai rahmat bagi semesta alam, relevan untuk seluruh umat manusia hingga akhir zaman, membawa kemudahan dan kesempurnaan dalam beribadah dan bermuamalah.

Termasuk di antara para nabi agung ini adalah Nabi Isa Alaihissalam, yang dikenal di kalangan Kristen sebagai Yesus. Beliau adalah hamba Allah dan Rasul-Nya, yang diutus kepada Bani Israil untuk menegaskan kembali ajaran tauhid. Allah berfirman dalam Surah Ali Imran ayat 59, “Sesungguhnya perbandingan peristiwa Nabi Isa di mata Allah sama dengan peristiwa Nabi Adam, Allah menciptakan Adam dari tanah, lalu berfirman kepadanya: ‘Jadilah kamu! Maka ia jadi’.” Ayat ini menjelaskan kelahiran ajaib Nabi Isa tanpa ayah, serupa dengan penciptaan Nabi Adam. Nabi Isa sendiri dengan tegas menyatakan, sebagaimana diabadikan dalam Surah Maryam ayat 30 dan 36, bahwa ia adalah hamba Allah yang diberi Kitab (Injil), dan menyerukan umatnya untuk menyembah Allah, Tuhan semesta alam, bukan dirinya.

Merentang jauh ke belakang, dari Nabi Adam AS sebagai khalifah pertama di bumi, kita saksikan jejak para nabi yang mulia: Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Daud, Nabi Sulaiman, hingga Nabi Zakaria dan Yahya. Mereka semua, dalam setiap zaman dan tempat, menghadapi tantangan yang sama: mengajak manusia meninggalkan penyembahan berhala dan kembali kepada Allah Yang Maha Esa. Ada yang diterima dengan lapang dada, ada pula yang ditolak dan diuji dengan keras, namun semangat dakwah tauhid tidak pernah padam, diwariskan dari satu generasi kenabian ke generasi berikutnya, hingga sampailah pada puncaknya melalui Nabi Muhammad ﷺ.

Oleh karena itu, marilah kita merenungi kebijaksanaan Ilahi ini. Risalah kenabian yang berpuncak pada ajaran Nabi Muhammad ﷺ bukan hanya melengkapi dan menyempurnakan, tetapi juga menjadi penutup bagi seluruh risalah. Tiada lagi nabi setelah beliau, dan Al-Qur’an adalah kitab suci terakhir yang menjadi pedoman hidup. Dengan memahami kesatuan pesan ini, hati kita akan semakin teguh dalam beriman, menemukan kedamaian dalam ketaatan, serta meraih kebahagiaan hakiki dalam naungan Islam yang sempurna, rahmat bagi semesta alam.

Exit mobile version