RuangSujud.com – Setiap insan mendambakan kebahagiaan sejati, sebuah ketenteraman yang tidak lekang oleh ujian zaman, tak pudar oleh gemerlapnya dunia. Dalam ajaran Islam, kunci menuju kebahagiaan hakiki ini tersemat indah dalam genggaman hidayah Allah SWT. Siapa yang dianugerahi hidayah, niscaya akan menemukan jalan menuju keselamatan dan kesuksesan, bukan hanya di persada dunia yang fana ini, melainkan juga di akhirat yang abadi. Ini adalah janji yang sederhana namun begitu agung, berlaku bagi siapa saja yang bersungguh-sungguh melangkah dalam pencariannya.
Kebenaran janji ini bukanlah sekadar ucapan kosong, melainkan sebuah rumus pasti yang telah Allah firmankan dalam Al-Qur’an: “…Lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka,” (QS. Thaha [20]: 123). Ayat mulia ini menjadi mercusuar bagi kita, menegaskan bahwa mengikuti petunjuk Ilahi adalah benteng dari kesesatan dan kegundahan. Sejarah pun telah menorehkan bukti nyata melalui teladan manusia terbaik, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam, beserta para sahabat beliau yang mulia, yang hidup mereka adalah cerminan sempurna dari keberkahan hidayah.
Inti dari seluruh kebahagiaan itu bersemayam di dalam hati, dan pemilik hati adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dialah Yang Maha Kuasa membolak-balikkan hati, sekaligus meneguhkannya di atas jalan hidayah. Hanya dengan iman yang kokoh, hati akan merasakan kedamaian dan ketenangan. Ketika Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, maka tak ada satu pun kekuatan di jagat raya yang sanggup menghalangi, begitu pula sebaliknya, tiada musibah yang menimpa melainkan atas izin-Nya, dan Dialah yang berkuasa menolak segala keburukan.
Lantas, mengapa di tengah janji dan kemudahan ini masih banyak hati yang dirundung kegalauan dan keluh kesah? Jawabannya seringkali terletak pada kedekatan diri dengan iman dan Islam yang belum terjalin erat. Boleh jadi, kita belum sungguh-sungguh mengerahkan daya upaya untuk meraih hidayah, layaknya kesungguhan kita mengejar gemerlap dunia. Hidayah adalah cerminan hati yang bersih, jiwa yang ikhlas beriman kepada Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah, dan tempat bersandar segala urusan. Cahaya iman hanya akan menerangi jiwa yang telah terbebaskan dari noda-noda penyakit hati, seperti kesombongan yang dapat menolak kebenaran dan meremehkan sesama manusia, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ.
Oleh karena itu, kebahagiaan sejati hanya dapat dirasakan saat ruhani kita selamat dari segala penyakit hati. Hati yang lapang, yang bebas dari iri, dengki, dan permusuhan, adalah tanda hati yang tersirami hidayah. Ia justru akan senantiasa terdorong untuk berbuat kebaikan dan berbagi manfaat kepada sesama. Rasulullah ﷺ bersabda, “Tidaklah salah seorang dari kalian beriman hingga ia menyukai bagi saudaranya apa yang ia sukai untuk dirinya,” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Hadits ini menggambarkan betapa indahnya hati seorang mukmin yang mendambakan kebaikan bagi saudaranya seperti halnya ia mendambakan kebaikan bagi dirinya sendiri.
Maka, mari terus bersungguh-sungguh dalam meniti jalan hidayah, membersihkan hati dari segala penyakit, dan senantiasa memohon keteguhan kepada-Nya. Nabi Muhammad ﷺ telah mewariskan sebuah doa yang sangat indah, sebagaimana diriwayatkan oleh sahabat Syaddad bin Aus, “Ya Allah, aku mohon kepada-Mu ketetapan hati dalam segala urusan dan keteguhan kehendak menuju kebenaran. Dan aku memohon agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu dan beribadah kepada-Mu dengan sebaik-baiknya. Ya Allah, aku memohon kepada-Mu tutur kata yang benar, hati yang bersih, dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukan apa yang Engkau ketahui, aku memohon kepada-Mu kebaikan dari apa yang Engkau ketahui, aku memohon ampun kepada-Mu dari apapun yang Engkau ketahui, sesungguhnya hanya Engkau jualah yang Maha Mengetahui yang ghaib.” Doa ini adalah bekal terindah kita dalam meraih kebahagiaan abadi, dunia dan akhirat.