RuangSujud.com – Rasulullah Muhammad ﷺ adalah sosok yang keagungan akhlaknya meliputi seluruh aspek kehidupan. Namun, di antara myriad hikmah yang beliau wariskan, seringkali kita luput menyelami kedalaman cinta dan perhatian beliau terhadap mereka yang berkebutuhan khusus atau kaum difabel. Bagi banyak dari kita, beliau adalah teladan inspiratif; namun, bagi kaum difabel, Rasulullah ﷺ bukan sekadar inspirator, melainkan pembela hak-hak mereka yang tak pernah lelah, jauh sebelum konsep inklusi dikenal dunia.
Lebih dari 14 abad silam, Rasulullah ﷺ telah mendobrak stigma negatif masyarakat terhadap kaum difabel. Beliau mengajarkan bahwa keterbatasan fisik tidak sedikit pun mengurangi kesempurnaan seorang hamba di mata Allah SWT, asalkan iman dan ketakwaan mereka kokoh. Bahkan, beliau ﷺ menyampaikan kabar gembira bahwa disabilitas bukanlah hukuman, melainkan anugerah yang dapat menjadi penghapus dosa, sebagaimana sabda beliau, “Tiada seorang Muslim tertusuk duri atau yang lebih dari itu, kecuali Allah mencatat baginya kebaikan dan menghapus darinya dosa.” (HR. Bukhari). Subhanallah, betapa luhurnya ajaran ini!
Beliau ﷺ tak hanya mengubah paradigma, tetapi juga secara aktif mengangkat harkat dan martabat kaum difabel, menghapus kesedihan dan penderitaan yang mereka alami. Rasulullah ﷺ senantiasa mengingatkan umatnya bahwa Allah SWT tidak memandang fisik atau rupa, melainkan hati dan amalan. Sebagai bukti nyata, beliau menunjuk Abdullah bin Ummi Maktum, seorang sahabat tuna netra, sebagai muazin Masjid Nabawi—sebuah jabatan yang sangat mulia—bahkan pernah mempercayakan kepemimpinan Madinah kepadanya. Ini adalah teladan nyata tentang kepercayaan penuh pada potensi, bukan keterbatasan.
Kisah sahabat Julaibib RA semakin mengukuhkan betapa Rasulullah ﷺ adalah rahmat bagi semesta, termasuk mereka yang kerap dipinggirkan. Julaibib, yang secara fisik kurang menarik dan dijauhi masyarakat, justru dirangkul erat oleh Nabi ﷺ. Beliau tak hanya menjadikannya teman dekat, bahkan melamarkannya seorang gadis rupawan, seraya mendoakan kebaikan bagi pernikahan mereka. “Sesungguhnya Julaibib ini sebagian daripada aku dan aku ini sebagian daripada dia,” sabda Nabi ﷺ, menunjukkan ikatan kasih yang melampaui segala bentuk penampilan lahiriah.
Keteladanan Rasulullah ﷺ juga nyata dalam larangan merendahkan atau menertawakan mereka yang “lahir tak sempurna.” Ketika sahabat Abdullah Ibn Mas’ud, seorang yang bertubuh kecil, ditertawakan karena kakinya yang kurus, Nabi ﷺ menegur keras, mengingatkan bahwa di Hari Kiamat kelak, kedua kaki Ibn Mas’ud akan lebih berat di timbangan daripada Gunung Uhud. Beliau juga sangat memahami kebutuhan khusus dalam ibadah, memberikan keringanan salat bagi yang tidak mampu berdiri, bahkan menjanjikan dua pahala bagi mereka yang terbata-bata membaca Al-Qur’an. Masya Allah, betapa sempurnanya perhatian beliau!
Hari ini, di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern, masih banyak kaum difabel yang menghadapi diskriminasi dan pengabaian. Maka, apa yang diajarkan dan dicontohkan oleh Baginda Nabi Muhammad ﷺ adalah cahaya penuntun bagi kita semua. Mari kita renungkan dan implementasikan nilai-nilai inklusi, kasih sayang, dan penghormatan terhadap sesama, tanpa memandang keterbatasan fisik. Rasulullah ﷺ telah menjadi inspirasi abadi, mengajak kita untuk peduli, membantu, dan meyakini bahwa siapa pun yang meringankan kesulitan saudaranya di dunia ini, niscana Allah SWT akan menghapus kesulitan baginya di akhirat kelak. Semoga kita senantiasa dapat meneladani akhlak mulia beliau.


























