Connect with us

Hi, what are you looking for?

Hikmah

Hikmah Ujian: Rahasia Cinta Allah Menguatkan Iman

Ujian hidup adalah bentuk cinta Allah untuk membersihkan dosa dan meninggikan derajat. Mukmin sejati bersabar dalam cobaan, bersyukur saat senang, meneladani Nabi Ayyub.

RuangSujud.com – Pernahkah hati kita bertanya, mengapa badai ujian kerapkali menyapa dalam kehidupan? Mengapa di setiap tikungan perjalanan, terasa ada beban yang seolah ingin meruntuhkan? Sesungguhnya, di balik setiap cobaan yang Allah titipkan, tersimpan sebuah rahasia cinta dan kehendak-Nya yang luhur. Sebagaimana mutiara takkan bersinar indah tanpa proses penggosokan, begitu pula jiwa seorang hamba, takkan mencapai kesempurnaan tanpa tempaan ujian dari Sang Pencipta. Ibnul Qayyim rahimahullah, seorang ulama besar, pernah mengungkapkan hikmah mendalam ini, ‘Apabila Allah menginginkan kebaikan kepada seorang hamba, maka Allah kirimkan obat ujian dan cobaan sesuai keadaannya, sehingga saat dirinya telah dibersihkan dan diperbaiki dengan ujian itu, maka Allah menyiapkan untuknya posisi tinggi di dunia, yaitu mengabdi kepada-Nya, serta memberinya pahala tertinggi di akhirat, yaitu melihat wajah-Nya dan dekat dengan-Nya.’

Ungkapan hikmah ini selaras betul dengan sabda kekasih Allah, Rasulullah ﷺ, yang mengajarkan kepada para sahabatnya, bahwa kadar ujian seseorang itu sebanding dengan kekokohan imannya. Beliau bersabda, ‘Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa.’ (HR. Tirmidzi). Betapa indah janji-Nya! Ujian bukan untuk menjatuhkan, melainkan untuk membersihkan jiwa kita dari noda-noda dosa, mengangkat derajat, dan mendekatkan kita pada-Nya. Maka, saat badai ujian menerpa, marilah kita berbaik sangka kepada Allah Ta’ala.

Namun, tak semua hati mampu memahami rahasia ini. Sejarah mencatat kisah Fir’aun, sang penguasa angkuh yang menunjukkan betapa rapuhnya iman yang hanya bersemi di kala kesulitan. Ketika negerinya dilanda kemarau panjang dan paceklik, ia memohon pertolongan kepada Allah melalui Nabi Musa Alaihissalam. Tetapi, manakala musibah sirna dan kemakmuran kembali menyapa, kesombongan dan keangkuhannya kembali merajai. Allah SWT mengabadikan fenomena ini dalam Al-Qur’an, salah satunya Surat Al-A’raf [7] ayat 130-131, yang menggambarkan bagaimana Fir’aun dan kaumnya hanya mengingat Allah saat terhimpit, lalu lupa dan kembali angkuh saat dilimpahi nikmat. Kisah ini menjadi cermin bagi kita, agar tidak termasuk golongan yang hanya ‘mencari Tuhan’ di kala sempit, dan melupakan-Nya di kala lapang.

Kisah Fir’aun ini hanyalah satu dari sekian banyak pengingat akan fitrah manusia yang kerap lalai. Firman Allah dalam Surat Yunus [10] ayat 12 dengan tegas menyoroti perilaku ini: ‘Dan apabila manusia ditimpa bahaya, dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk, atau berdiri. Tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu darinya, dia kembali (ke jalan yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang yang melampaui batas apa yang mereka kerjakan.’ Ayat ini mengajak kita untuk merenung, apakah kita termasuk hamba yang hanya mendekat pada-Nya ketika kesulitan mendera, ataukah kita senantiasa memegang teguh tali ketaatan baik dalam suka maupun duka?

Seorang mukmin sejati, dalam setiap lintasan hidupnya, selalu menemukan kebaikan. Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.’ (HR. Muslim). Inilah pondasi iman yang kokoh: bersyukur di saat lapang, dan bersabar di saat sempit. Dengan bersabar, kita bukan hanya menahan diri dari keluh kesah, namun juga berbaik sangka kepada Allah, meyakini bahwa di balik setiap takdir pahit, tersimpan hikmah dan pahala yang agung.

Untuk menguatkan hati dalam mengarungi samudra ujian, marilah kita meneladani kesabaran Nabi Ayyub Alaihissalam. Beliau adalah teladan agung yang diuji dengan kehilangan kesehatan, harta, dan keturunan, namun lisannya tak henti memuji dan hatinya tak goyah dari keimanan. Selama belasan tahun dalam penderitaan, beliau tetap istiqamah, hingga Allah berfirman tentangnya, ‘… Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sungguh, dia sangat taat (kepada Allah).’ (QS. Shad [38]: 44). Kisah Nabi Ayyub mengajarkan kita bahwa kesabaran sejati adalah buah dari keimanan yang kokoh. Semoga kita dianugerahi kekuatan iman dan kesabaran untuk menghadapi setiap ujian, demi meraih ridha dan kedekatan dengan Allah Ta’ala. Wallahu a’lam.

Robby Karman
Ditulis oleh

Penulis, Peminat Kajian Sosial dan Keagamaan.

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel terkait

Hikmah

Era digital membawa kemajuan teknologi yang luar biasa, namun juga membawa tantangan baru bagi umat Islam dalam menjaga dan meningkatkan ketakwaan. Di tengah arus...

Kajian

Metode tafsir maudhu’i, juga dikenal sebagai metode tematik, adalah cara mengumpulkan ayat-ayat Al-Quran yang memiliki maksud yang sama, membahas topik yang sama, dan menyusunnya...

Hikmah

Surat Al-Muzammil adalah salah satu surat dalam Al-Qur’an yang memiliki keutamaan dan hikmah yang mendalam. Dengan judul yang berarti “Orang yang Berselimut,” surat ini...

Hikmah

Al-Qur’an, sebagai kitab suci umat Islam, tidak hanya relevan dalam konteks sejarahnya, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari yang dinamis dan beragam zaman modern. Ajaran-ajaran...