RuangSujud.com – Adakalanya, badai kehidupan datang tak henti, menguji setiap sudut kesabaran dan keimanan kita. Di saat-saat seperti itu, seringkali kita bertanya, mengapa ujian ini terus mendera? Namun, sebagai hamba yang beriman, marilah kita memandang setiap cobaan bukan sebagai penghalang, melainkan sebagai panggilan mesra dari Allah Azza wa Jalla, sebuah cara-Nya untuk membersamai dan menguatkan hati kita. Setiap jiwa pasti akan merasakan gejolak dan tekanan, namun perbedaan terletak pada bagaimana kita menyikapinya: apakah dengan keluh kesah, ataukah dengan ketegaran, optimisme, dan keyakinan bahwa di balik setiap ujian, ada rencana terindah dari Sang Pencipta. Ini adalah inti dari iman kepada takdir, sebuah landasan yang akan menuntun kita pada keridhaan sejati.
Landasan utama untuk menghadapi derai cobaan adalah keimanan yang kokoh kepada takdir Allah. Sesungguhnya, segala sesuatu yang menimpa kita telah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla jauh sebelum penciptaan langit dan bumi. Rasulullah ﷺ bersabda, “Allah telah mencatat takdir setiap makhluk sebelum 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (HR. Muslim). Pemahaman ini, sebagaimana diungkapkan oleh Ibnul Qayyim, adalah kunci setiap kebaikan: mengetahui bahwa apa yang Allah kehendaki pasti terjadi, dan apa yang tidak Dia kehendaki tidak akan pernah terjadi. Iman kepada takdir akan melapangkan hati kita, menjadikannya ridha atas segala ketetapan-Nya, betapa pun beratnya ujian yang dihadapi.
Keyakinan akan adanya hikmah di balik setiap takdir adalah pilar keimanan yang tak tergoyahkan. Setiap Mukmin diajarkan untuk mengimani bahwa tidak ada satu pun ciptaan atau ketetapan Allah yang sia-sia atau tanpa tujuan. Allah berfirman, “Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan (Yang mempunyai) ‘Arsy yang mulia.” (QS. Al Mu’minun: 115-116). Ayat ini, bersama dengan QS. Ad Dukhan: 38-39 yang menegaskan bahwa ciptaan-Nya adalah dengan haq, menguatkan bahwa di balik setiap kesulitan, tersembunyi pelajaran dan kemuliaan yang mungkin belum kita pahami sepenuhnya.
Untuk menguatkan hati, marilah kita mengingat teladan agung Rasulullah ﷺ. Musibah yang menimpa beliau, mulai dari cemoohan, cacian, hingga siksaan fisik, jauh melebihi apa yang mungkin kita alami. Mengingat beratnya ujian Nabi kita akan meringankan beban musibah kita sendiri, sebagaimana sabda beliau, “Musibah yang menimpaku sungguh akan menghibur kaum Muslimin.” (Shahih Al Jami’). Bahkan, intensitas ujian adalah cerminan kekuatan iman. “Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya,” demikian sabda Rasulullah ﷺ (HR. Tirmidzi). Ini menunjukkan bahwa ujian adalah tangga menuju penyucian dosa dan peninggian derajat.
Dalam kegelapan cobaan, selalu ada cahaya harapan. Allah Azza wa Jalla telah menjanjikan dengan tegas dalam Surat Al Insyirah, “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” Janji ini adalah penyejuk hati yang tak terhingga. Maka, mari kita hadapi dengan kesabaran, yang oleh Ali bin Abi Thalib RA diibaratkan sebagai kepala pada jasad; tanpa kepala, jasad tak berarti. Sabar yang hakiki adalah menahan hati dan lisan dari keluh kesah, serta menahan anggota badan dari perilaku emosional, terutama saat benturan musibah pertama kali datang. “Yang namanya sabar seharusnya dimulai ketika awal ditimpa musibah,” sabda Rasulullah ﷺ (HR. Bukhari).
Ketahuilah, pahala bagi mereka yang bersabar sungguh tak terhingga. Allah Azza wa Jalla berfirman, “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az Zumar: 10). Ini adalah janji kemuliaan dan derajat tinggi, bahkan surga, bagi orang-orang yang teguh dalam kesabarannya. Mengamalkan doa seperti yang diajarkan Rasulullah ﷺ kepada Ummu Salamah, “Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’un. Allahumma’jurnii fii mushibatii wa akhlif lii khairan minhaa,” akan mendatangkan ganjaran besar dan pengganti yang lebih baik dari Allah. Semoga Allah Azza wa Jalla senantiasa mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita, agar kita selalu istiqamah, ridha pada takdir-Nya, dan sabar dalam setiap ujian, demi meraih ridha dan cinta-Nya yang tak terbatas.